Liputan6.com, Jakarta - Presiden Donald Trump mendesak agar CEO Intel, Lip-Bu Tan, untuk mengundurkan diri dari raksasa manufaktur chipset Amerika Serikat (AS). Alasannya?
Lewat postingan di media sosial (medsos), Trump menudingCEO Intel itu "sangat bimbang", sebagaimana dikutip dari BBC, Jumat (8/8/2025).
Hal ini kemungkinan terkait pada dugaan investasi Lip-Bu Tan di perusahaan-perusahaan diduga terkait dengan militer China.
Menurut investigasi Reuters pada bulan April, Lip-Bu Tan telah menginvestasikan setidaknya USD 200 juta (sekitar Rp 3,2 triliun) di ratusan perusahaan China, termasuk bergerak di sektor militer antara 2012-2024.
Sebelumnya, Tan ditunjuk pada 12 Maret 2025 untuk membenahi Intel. Berdasarkan kabar beredar, pelopor industri chip terbesar di AS ini sudah mengalami ketertinggalan jika dibandingkan dengan pesaingnya.
Sebenarnya, lontaran tuntutan pengunduran diri seorang eksekutif perusahaan dari seorang presiden adalah hal yang tidak lazim. Akibatnya, saham Intel mengalami penurunan lebih dari 3 persen pada tengah hari setelah serangan dari Donald Trump.
Intel Gelontorkan Investasi Besar di AS
Namun, ternyata perusahaan ini telah menerima miliaran dolar dari pemerintah AS sebagai bantuan dari upaya pembangunan kembali industri manufaktur semikonduktor Amerika.
Mengutip sebuah pernyataan pada hari Kamis lalu, Intel mengatakan mereka telah menggelontorkan investasi signifikan di AS. Hal ini mereka klaim sejalan dengan agenda kepemimpinan Donald Trump "America First".
"Intel, Dewan Direksi, dan Lip-Bu Tan telah menjalani komitmen untuk memajukan kepentingan keamanan nasional dan ekonomi AS," kata pernyataan itu, seraya menambahkan, "Kami menantikan kelanjutan kerja sama kami dengan pemerintah."
Dampak dari Huru-hara Perkara Tuntutan
Bukanlah tindakan ilegal bagi warga Amerika untuk berinvestasi dan melakukan pengembangan di perusahaan-perusahaan China.
Namun, kebijakan terbaru dari Washington telah memberikan pembatasan sejak masa jabatan pertama Presiden Donald Trump.
Pembatasan ini sebenarnya masih sejalan dengan upaya memutus hubungan bisnis antara AS dan China dalam hal teknologi canggih.
Bagaimanapun, menentang kebijakan ini merupakan hal yang sulit, karena baik Demokrat maupun Republik secara terbuka mengkhawatirkan keamanan nasional.
Akan tetapi, perintah Donald Trump membuat Senator Republik, Tom Cotton khawatir atas pertanyaan asosiasi “apakah Intel mampu dan bertanggungjawab untuk menjadi pengelola dana pembayar pajak Amerika yang mematuhi aturan keamanan.”
Kekhawatiran Tom Cotton ini merujuk pada tindakannya dalam mengangkat Lib-Bu Tan sebagai kepala eksekutif lama di perusahaan teknologi Cadence Design Systems.
Tepatnya pada bulan Juli lalu, Lib-Bu Tan mengaku bersalah dan setuju untuk membayar US $140 juta (sekitar Rp 2,2 triliun) atas dakwaan AS bahwa anak perusahaannya telah berulang kali berbisnis dengan Universitas Teknologi Pertahanan Nasional di China.
Latar Belakang CEO Baru Intel
Lahir di Malaysia dan dibesarkan di Singapura, Lib-Bu Tan merupakan seorang kapitalis ventura tulen. Ia terkenal dengan keahliannya di bidang teknologi semikonduktor.
Tinggal di AS sebagai warga negara naturalisasi, Lib-Bu Tan dikenal sebagai seorang inovator yang mengutamakan pelanggan dalam segala kepentingan bisnis.
Disinyalir, Lib-Bu Tan memiliki pengalaman luas di berbagai perusahaan teknologi, sebelum menjadi CEO Intel, ia pernah memimpin Cadence selama lebih dari satu dekade.
Kemudian, Lib-Bu Tan juga menjadi anggota dewan direksi di perusahaan Cadence selama 19 tahun, dari 2004 hingga 2023.
Selain itu, Lib-Bu Tan sering kali memberikan solusi yang berbeda untuk memenangkan pasar, dan membangun budaya berkinerja tinggi dalam meraih kesuksesan."
Sebagai dampak darir hal ini, Lib-Bu Tan memberikan pernyataan terkini kepada investor "perusahaan akan mengurangi investasinya di bidang manufaktur, termasuk di AS, upaya ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan permintaan dari pelanggan".
Sebelumnya, Intel telah memangkas ribuan pekerja tahun ini, bahkan rencananya sebagai bagian dari efisiensi perusahaan, mereka akan melakukan PHK terhadap kurang lebih 24.000 karyawan.