Liputan6.com, Jakarta - NASA kembali meluncurkan misi ilmiah yang cukup unik ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Kali ini, bukan hanya astronot yang dibawa, melainkan juga beberapa strain bakteri penyebab penyakit serius.
Dalam misi Crew-11 ini, ilmuwan mengirimkan strain bakteri berbahaya seperti E. coli, patogen penyebab tifoid, dan Salmonella untuk diteliti lebih lanjut di luar angkasa.
Eksperimen ini bertujuan untuk memahami bagaimana bakteri berkembang dan bermutasi dalam kondisi tanpa gravitasi, serta apakah lingkungan ekstrem di ISS memengaruhi potensi resistansi antibiotik.
Mengutip Engadget, Kamis (7/8/2025), penelitian ini merupakan kolaborasi antara Sheba Medical Center dari Israel dan perusahaan teknologi luar angkasa asal AS, Space Tango.
Lewat proyek ini, para ilmuwan berharap bisa menemukan jawaban penting terkait penyebaran penyakit dan kekebalan bakteri, baik di ruang angkasa maupun di Bumi.
Bakteri Diinkubasi di ISS
Eksperimen yang dilakukan di ISS ini bukan bertujuan menakut-nakuti, melainkan murni untuk kepentingan sains dan kesehatan.
Para ilmuwan ingin mengetahui bagaimana perilaku bakteri berubah saat berada di lingkungan tanpa gravitasi.
Bakteri yang dikirim, seperti E. coli dan penyebab tifoid, akan diinkubasi dalam mikrogravitasi untuk melihat apakah kondisi ekstrem memengaruhi cara mereka tumbuh atau bermutasi.
Setelah proses inkubasi di luar angkasa selesai, bakteri tersebut akan dibawa kembali ke Bumi.
Para peneliti kemudian akan membandingkannya dengan strain yang tumbuh di laboratorium biasa dalam kondisi normal.
Tujuannya adalah untuk meneliti apakah lingkungan luar angkasa mempercepat atau justru menghambat resistansi terhadap antibiotik.
Ini menjadi penting, mengingat astronot rentan terhadap infeksi selama misi karena kombinasi stres, paparan radiasi, dan sistem imun yang melemah akibat perubahan gravitasi.
Penelitian ini bisa membuka wawasan tentang perlindungan kesehatan di luar angkasa sekaligus mengungkap potensi solusi medis baru di Bumi.
Potensi Peta Genetik Bakteri di Luar Angkasa
Eksperimen ini membuka peluang baru bagi dunia mikrobiologi. Untuk pertama kalinya, para ilmuwan akan melakukan pemetaan ekspresi genetik dari bakteri patogen secara sistematis dan molekuler di luar angkasa.
Hal ini diungkapkan oleh Ohad Gal-Mor, kepala Laboratorium Penelitian Penyakit Menular di Sheba Medical Center, yang menjadi salah satu pihak utama dalam riset ini.
Sebelumnya, Sheba memang pernah melakukan simulasi eksperimen dalam lingkungan buatan yang meniru kondisi ruang angkasa.
Hasilnya cukup mengejutkan, bakteri ternyata menunjukkan penurunan kemampuan dalam membentuk resistansi terhadap antibiotik.
Namun, eksperimen yang sekarang dilakukan di ISS adalah yang pertama dilakukan langsung di luar angkasa, bukan dalam simulasi.
Langkah ini menjadi momen penting dalam riset mikrobiologi antariksa. Jika eksperimen ini berhasil, para peneliti bisa mendapatkan pemahaman yang lebih rinci tentang bagaimana kondisi ruang memengaruhi sifat genetik bakteri.
Temuan ini nantinya tidak hanya akan membantu menjaga kesehatan kru luar angkasa, tapi juga bisa memberi solusi jangka panjang terhadap ancaman superbug di Bumi.
Bantu Lawan Superbug di Bumi
Penelitian tentang bakteri di luar angkasa bukanlah hal baru. Pada 2017, tim ilmuwan dari University of Houston telah melakukan eksperimen untuk mengamati pertumbuhan E. coli dalam kondisi simulasi mikrogravitasi.
Sementara itu, NASA juga pernah meluncurkan proyek yang meminta para astronot di ISS mengambil sampel bakteri dari berbagai permukaan di dalam stasiun luar angkasa.
Tujuan utamanya adalah untuk memetakan keberadaan bakteri yang berpotensi menjadi superbug, yaitu bakteri yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotik.
Dengan ancaman resistansi antibiotik yang terus meningkat di seluruh dunia, riset semacam ini semakin penting.
Data dari luar angkasa bisa memberikan petunjuk tentang bagaimana mutasi dan adaptasi bakteri terjadi di lingkungan ekstrem.
Jika para ilmuwan dapat memahami bagaimana bakteri berevolusi di ruang angkasa, mereka mungkin bisa menemukan strategi med...