Seiring berjalannya waktu, kita semakin memasuki ke dalam era yang serba modern. Hal tersebut tentu ditandai oleh perubahan sosial yang telah terjadi di sekitar kita. Begitupun dunia pendidikan yang semakin hari semakin mengalami perubahan sosial secara pesat baik dari segi teknologi, kurikulum, ataupun perubahan paradigma dalam proses penyesuaian pembelajaran.
Namun, di balik kemajuan ini semua tentu ada sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang selalu di bikin cemas oleh keadaan pendidikan. Fenomena kecemasan ini dapat kita kenal dengan istilah “Teacher Anxiety”, fenomena ini muncul sebagai bentuk gambaran isu yang mengkhawatirkan para guru di seluruh Indonesia.
Teacher Anxiety menunjukkan tanda-tanda bahwa profesi guru kini sudah di ujung tanduk. Tekanan yang didapat oleh guru dari berbagai macam aspek membuatnya merasakan keterasingan dan tekanan mental dalam dirinya. Bagaimana tidak? Guru di negara ini harus bisa menguasai segala aspek mulai dari memberikan pengajaran kepada siswa, selesai dari kegiatan mengajar guru dibebani segunung tugas administratif. Dalam situasi seperti ini, apakah bisa kita terus mengenal guru sebagai sosok pilar dalam pendidikan yang tak pernah tergantikan atau justru nantinya kita akan melihat fenomena Teacher Burnout yang semakin serius?
Tekanan yang Tak Terlihat
Fenomena Teacher Anxiety yang sering kali tidak terlihat, namun realitanya sangat bisa dirasakan bagi para guru di Indonesia. Realitas yang mungkin tersembunyi, seperti beberapa guru harus terlihat profesional di depan para siswa dan orang tua siswa. Namun, dibalik sikap profesionalnya menyimpan segudang beban tuntutan emosional, akademik, administratif yang sering diabaikan. Seakan terlihat kemanusiaan guru sepertinya sudah berada di ujung tanduk.
Penulis mengutip dari artikel berita guruinovatif.id berupa penelitian yang dilakukan oleh Education Support Partnership pada tahun 2021. Menurutnya, 76% guru melaporkan mengalami tingkat stres yang tinggi, sebagian besar disebabkan oleh tekanan beban kerja dan tuntutan tugas yang semakin kompleks. Dari hasil penelitian ini bisa kita asumsikan bahwa pekerjaan sebagai guru sangat rentan terhadap stres. Tekanan stres ini juga dapat berimbas terhadap kegiatan pembelajaran. Guru yang terlihat cemas cenderung akan terlihat sulit fokus, mengajar dalam keadaan tergesa-gesa, dan sulit membangun hubungan sosial terhadap siswa di kelas.
Situasi seperti ini akan menciptakan suasana kelas yang tegang yang nantinya siswa enggan bertanya, dan pemahaman terhadap materi pun sulit dicerna. Itu artinya guru yang sedang mengalami fenomena Teacher Anxiety memiliki pengaruh yang cukup serius terhadap hasil belajar siswa kedepannya. Jika fenomena ini terus dibiarkan, bagaimana mungkin kita berharap dengan lahirnya generasi yang berkualitas jika kemanusiaan guru saja dibiarkan terus hingga sudah di ujung tanduk?
Menggali Fenomena Teacher Anxiety dalam Lensa Interaksionisme Simbolik
Pemahaman teori interaksionisme simbolik dibutuhkan untuk menganalisis pola interaksi antara guru dan murid yang tercipta di suatu lingkungan sosial. Teori interaksionisme simbolik dikembangkan oleh George Herbert Mead di tahun 1920-1930an. Mead mengungkapkan bahwa Interaksionisme Simbolik merupakan aktivitas khas yang dilakukan manusia, yakni berupa komunikasi atau pertukaran simbol yang memiliki sebuah makna. Jika kita kaitkan dengan fenomena Teacher Anxiety, guru berperan bukan hanya untuk menyampaikan ilmu saja, melainkan membentuk identitas sosial juga diperlukan.
Dalam konteks ini, identitas sosial dibentuk melalui pengakuan dari siswa, orang tua siswa, hingga institusi pendidikan. Namun, dalam fenomena ini ketika guru mengalami Anxiety berlebih, maka akan berdampak pada simbol-simbol pencapaian atas profesinya akan melemah. Tekanan dari target kurikulum, administratif, hingga ekspektasi masyarakat terhadap dirinya yang kemudian membuat guru tampil tidak profesional dalam membangun komunikasi dengan siswanya. Salah satu aspek keberhasilan mengajar adalah komunikasi yang aktif, namun apa yang terjadi jika komunikasi ini justru terhambat oleh kecemasan guru?