Terungkap di Sidang: Ada Uang Welcome Drink USD 5 Ribu di Kasus Vonis Lepas CPO

5 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 Fadhil Pramudya/kumparanKolase 4 hakim tersangka suap: Ali Muhtarom, Agam Syarif Baharudin, Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan seorang pengacara bernama Ariyanto Bakri sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan suap vonis lepas perkara CPO, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/8).

Ariyanto bersaksi untuk lima orang terdakwa, yakni eks Wakil Ketua PN Jakpus Muhammad Arif Nuryanta, mantan Panitera Muda PN Jakpus Wahyu Gunawan, serta tiga orang hakim yang memvonis lepas terdakwa korporasi CPO, yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, serta Ali Muhtarom.

Dalam kasus yang sama, Ariyanto juga telah dijerat sebagai tersangka. Hingga saat ini, penyidikannya belum rampung dan berkasnya belum dilimpahkan ke pengadilan.

Dalam persidangan itu, terungkap bahwa ada uang 'welcome drink' sebesar USD 5.000 yang disampaikan oleh Ariyanto. Ia menyebut, istilah tersebut digunakannya saat menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu Gunawan. Namun, Wahyu menilai bahwa uang tersebut adalah sebagai uang baca berkas.

Jaksa pun mencecar Ariyanto ihwal uang 'welcome drink' sebesar USD 5.000 yang berkaitan dalam penanganan perkara persetujuan ekspor CPO tersebut.

"Ada istilah yang saksi sebutkan welcome drink, [USD] 5.000. Ada istilah yang digunakan, uang yang saksi berikan kepada Wahyu itu uang baca berkas, dengan objek yang sama uang. Satu, [menyebut] uang baca berkas, satu [menyebut] welcome drink. Itu menurut saksi, dan istilah menurut dari penerima di situ uang baca berkas. [USD] 5.000 menurut saksi itu berapa kalau di-rupiahkan?" tanya jaksa dalam persidangan, Rabu (27/8).

"Dengan asumsi [kurs] 15 ribu, tidak sampai Rp 100 juta mungkin, Pak," jawab Ariyanto.

Jaksa kemudian sempat heran dengan keterangan Ariyanto tersebut. Pasalnya, di dalam dakwaan, 'uang baca berkas' yang diberikan pertama kali senilai Rp 8 miliar. Kemudian, disusul dengan pemberian uang berikutnya senilai Rp 32 miliar.

Namun, Ariyanto mengeklaim bahwa uang yang diberikan kepada Wahyu dalam pengurusan vonis perkara persetujuan ekspor CPO adalah senilai Rp 60 miliar. Ia pun menyebut ada penyerahan uang lain berupa uang 'welcome drink'.

"Saya katakan tadi Rp 60 miliar sudah clear, tinggal yang uang baca berkas. Silakan," kata jaksa.

"Kalau mengenai uang baca berkas itu istilah-istilah, ya, Pak, ya," papar Ariyanto.

 Eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Arif Nuryanta, saat menjalani sidang perdana kasus dugaan suap dalam vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan Eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Arif Nuryanta, saat menjalani sidang perdana kasus dugaan suap dalam vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Ketua Majelis Hakim, Effendi, kemudian mengambil alih tanya jawab tersebut dan meminta Ariyanto mengkonversi nilai uang itu ke rupiah. Menurut Ariyanto, perkiraan nilai uang 'welcome drink' tersebut sekitar Rp 75 juta.

"Pertanyaannya USD 5.000 itu kalau dirupiahkan berapa?" tanya Hakim Effendi.

"Tidak sampai Rp 100 juta, [kurs] Rp 15 [ribu] kali 5 [ribu] lah. Dengan asumsi waktu itu 15 ribu per dolar, Pak. Oh, maaf, Rp 75 juta, Pak, Rp 75 juta," jawab Ariyanto.

Sebelumnya, dalam dakwaan, jaksa menyebut bahwa terdapat 'uang baca berkas' yang diserahkan dalam menjatuhkan vonis lepas kepada terdakwa korporasi kasus persetujuan ekspor CPO. Adapun tiga terdakwa korporasi tersebut yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Perkara tersebut diadili oleh Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, dengan hakim anggota yakni Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut bahwa Arif yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat menyerahkan 'uang baca berkas' perkara persetujuan ekspor CPO tersebut kepada Djuyamto.

Pembagian uang tersebut dilakukan pada Juni 2024 di ruang kerja Arif dan dihadiri oleh Djuyamto dan Agam Syarief. Saat itu, Arif menyampaikan bahwa uang tersebut sebagai titipan untuk membaca berkas.

"Lalu, terdakwa Djuyamto mengatakan, 'apa itu, Pak, kok belum-belum sudah ada', dan dijawab Muhammad Arif Nuryanta, 'sudah bawa saja, uang ini untuk Majelis Hakim yang menangani perkara korupsi korporasi minyak goreng'," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaannya, Rabu (20/8) lalu.

Singkat cerita, Djuyamto kemudian memanggil Ali Muhtarom untuk ke ruang kerja hakim PN Jakarta Pusat. Saat itu, Agam pun meminta agar uang pecahan USD 100 dan SGD 1.000 yang diterima dari Arif langsung dibagikan.

Setelah dihitung, uang tersebut ternyata senilai Rp 3.900.000.000. Uang itu pun dibagi masing-masing untuk Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin senilai Rp 1.100.000.000. Sementara itu, Djuyamto menerima bagian senilai Rp 1.700.000.000.

"Setelah pembagian ‘uang baca berkas’ tersebut, Djuyamto menyampaikan kepada Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom bahwa perkara korupsi korporasi minyak goreng agar dibantu karena menjadi atensi dari Muhammad Arif Nuryanta," ungkap jaksa.

Adapun dalam kasusnya, tiga orang hakim yang menjatuhkan vonis lepas dalam perkara persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) tersebut didakwa menerima suap dan gratifikasi.

Djuyamto, Agam, dan Ali Muhtarom didakwa menerima suap secara bersama-sama dengan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, dan mantan Panitera Muda PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.

Kelimanya didakwa menerima total uang suap sebesar Rp 40 miliar dalam menjatuhkan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO tersebut.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut uang diduga suap tersebut diterima dari dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M. Syafe'i selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Uang suap senilai Rp 40 miliar itu kemudian dibagi-bagi oleh Arif, Wahyu, dan tiga orang hakim yang mengadili perkara persetujuan ekspor CPO tersebut.

Rinciannya, yakni Arif didakwa menerima bagian suap sebesar Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima sekitar Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam Syarief dan Ali Muhtarom masing-masing mendapatkan bagian uang suap senilai Rp 6,2 miliar.

Untuk Arif, ia didakwa dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Wahyu didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian, Djuyamto, Agam, dan Ali didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Read Entire Article