KETUA Umum Partai NasDem Surya Paloh mempertanyakan terminologi operasi tangkap tangan (OTT) yang digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menangkap Bupati Kolaka Timur Abdul Azis. Menurut Surya Paloh, OTT seharusnya peristiwa yang terjadi di suatu tempat antara pemberi dan penerima yang sama-sama melanggar hukum.
“Agar terminologi OTT bisa diperjelas bagi kita bersama,” kata Surya Paloh seusai membuka rapat kerja nasional I Partai NasDem di Hotel Claro Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 8 Agustus 2025, dalam keterangan yang dirilis Partai NasDem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surya mempertanyakan penerapan terminologi OTT yang dinilai tidak tepat dalam kasus Abdul Azis. Hal yang dipahami, kata Surya, OTT adalah peristiwa yang melanggar hukum antara pemberi maupun penerima. "Tapi kalau yang satu melanggar normanya ada di Sumatra Utara, katakanlah si pemberi, yang menerima ada di Sulawesi Selatan, ini OTT apa? OTT plus?” ujar Surya.
Menurut Surya, terminologi yang tidak tepat dapat membingungkan publik dan tidak mendukung jalannya pemerintahan. Ia pun meminta Fraksi NasDem di Komisi III DPR untuk memanggil KPK agar memberikan kejelasan mengenai terminologi OTT.
Surya Paloh juga menegaskan konsistensi sikap Partai NasDem dalam mendukung penegakan hukum. Namun, Surya Paloh mengingatkan agar proses penegakan hukum tidak didahului dengan drama. “Konsistensi sikap partai, penghormatan terhadap seluruh upaya penegakan hukum, itu tidak akan mundur, tidak akan deviasi,” ucapnya.
Surya juga menyayangkan adanya kecenderungan drama terlebih dahulu sebelum penegakan hukum dilakukan. “NasDem sedih, asalnya ada drama dulu, baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus juga,” ucap Surya.
Surya pun berpesan kepada kader NasDem agar tidak terlalu cepat berkomentar yang terkesan membela diri. Selain itu, Surya mempertanyakan penerapan asas praduga tidak bersalah yang dinilai tidak lagi berlaku dengan baik. “Apakah asas praduga tidak bersalah itu sama sekali tidak laku lagi di negeri ini?” tanya Surya.
Kemarin, KPK menetapkan lima orang tersangka dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di tiga wilayah yaitu Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Salah satu tersangka adalah Bupati Kolaka Timur Abdul Azis yang juga merupakan kader NasDem.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, operasi tersebut terkait dengan dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
“Pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) dengan nilai proyek sebesar Rp 126,3 miliar, yang bersumber dari DAK,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu dini hari, 9 Agustus 2025. Abdul Azis diduga meminta vendor memberikan commitment fee sebesar 8 persen dari total nilai proyek atau sekitar Rp 9 miliar. Nilai proyek adalah Rp126,3 miliar.
KPK menangkap Abdul Azis saat mengikuti Rapat Kerja Nasional Partai Nasdem di Makassar, Jumat, 8 Agustus 2025. Namun KPK membantah ada drama dalam penangkapak tersebut. “Nanti kami jelaskan kronologi dan konstruksi perkaranya seperti apa supaya masyarakat juga bisa menilai bahwa ini bukan drama, tetapi memang ada fakta-fakta perbuatannya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Jumat, 8 Agustus 2025.
M. Rizki Yusrial dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: