WAKIL Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Muhammad Yahya Zaini tak setuju pada rencana pemerintah menaikkan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan pada tahun 2026. Menurut Yahya, pemilihan waktu untuk menaikkan tarif BPJS Kesehatan tidak tepat di tengah kondisi perekonomian masyarakat yang tertekan.
“Sebaiknya jangan ada kenaikan iuran BPJS karena kondisi masyarakat yang lagi susah,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 25 Agustus 2025.
Politikus Partai Golkar itu menyatakan, walaupun kenaikan itu diikuti rencana pemberian subsidi untuk kelas 3, tetapi bagi kelas 1 dan 2 masih cukup memberatkan.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi IX DPR Nurhadi menuturkan bahwa lembaga legislatif belum mendapat penjelasan dari pemerintah mengenai rincian rencana kenaikan BPJS Kesehatan. “Jangan sampai rakyat hanya mendengar kabar soal iuran naik, tapi DPR pun tidak dilibatkan dalam pembahasan. Itu keliru,” ujar Nurhadi ketika dihubungi pada Senin.
Politikus Nasdem itu mengatakan pemerintah tidak bisa terus-menerus menjadikan uang rakyat sebagai penutup defisit BPJS. Menurut dia, persoalan utamanya bukan terletak pada besaran iuran, tapi di manajemen dan tata kelola BPJS Kesehatan.
Misalnya adanya laporan dari rumah sakit yang mengeluh pembayaran klaim tersendat, perusahaan yang tidak mendaftarkan asuransi kesehatan karyawannya, hingga pemerintah daerah yang lalai membayar kewajiban penerima bantuan iuran (PBI). Sejumlah permasalahan itu menurut Nurhadi yang harus dibereskan dulu.
“Solusi itu ada tanpa harus terburu-buru menaikkan iuran,” kata dia. Nurhadi pun merumuskan sejumlah strategi untuk mengatasi cekaknya anggaran untuk BPJS Kesehatan. Pertama, pemerintah perlu memperketat pengawasan dan memberi sanksi bagi pemberi kerja yang tidak patuh.
Kedua, pemerintah harus meningkatkan transparansi laporan keuangan dan efisiensi internal BPJS. Ketiga, pemerintah juga harus memastikan bahwa subsidi dari negara benar-benar mencukupi kebutuhan masyarakat miskin.
“Kalau pemerintah mau bicara soal kenaikan iuran, harus ada hitung-hitungan yang jelas, rasional, dan disertai perbaikan sistem. Kalau hanya menaikkan tanpa solusi struktural, jelas kami tolak,” tutur dia.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris menyampaikan bahwa komisi itu sudah mengundang Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan BPJS Kesehatan untuk melakukan rapat kerja pada Selasa, 27 Agustus 2025. Namun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berhalangan hadir.
“Sedang diagendakan kembali. (Waktunya) masih dikomunikasikan dengan Kemenkes,” kata Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu saat dihubungi pada Rabu, 27 Agustus 2025.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan pada 2026 bertujuan untuk menjaga keberlanjutan program. Bendahara Negara menyampaikan itu dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta pada Kamis, 21 Agustus 2025.
“Keberlanjutan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Antara.
Sri Mulyani menjelaskan, hanya dengan penyesuaian tarif, jumlah penerima bantuan iuran (PBI) juga bisa ditingkatkan. Namun demikian, pemerintah akan tetap memperhatikan kemampuan peserta mandiri.
“Makanya kami memberikan subsidi sebagian dari yang mandiri. Mandiri itu masih Rp 35 ribu kalau tidak salah, harusnya Rp 43 ribu. Jadi, Rp 7 ribunya itu dibayar oleh pemerintah, terutama untuk peserta bukan penerima upah (PBPU),” ujar Sri Mulyani.
Rencana penyesuaian tarif iuran peserta BPJS Kesehatan itu tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026. Pemerintah juga mengkaji risiko dari program jaminan sosial, termasuk Jaminan Sosial Kesehatan oleh BPJS Kesehatan.
Dari kajian itu ditemukan sejumlah tantangan program ini mencakup kepatuhan pembayaran iuran hingga peningkatan beban klaim. Oleh sebab itu, pemerintah berpendapat skema pembiayaan perlu disusun secara komprehensif yang menjaga keseimbangan kewajiban antara masyarakat/peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
“Untuk itu, penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” demikian dikutip dari Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026.