Pada tahun 2020, diperkirakan sedikitnya ada 68,1 juta orang yang menggunakan rokok elektrik di seluruh dunia.
Pengetahuan dan penggunaan rokok elektrik meningkat drastis dalam dekade terakhir, terutama pada usia muda dan perempuan di negara maju. Penggunaan rokok elektrik di Amerika Serikat dan Eropa lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain, setelah Tiongkok yang memiliki angka pengguna rokok elektrik tertinggi.
Prinsip kerja rokok elektronik sama dengan rokok biasa, tetapi berbeda pada komponennya. Rokok elektronik, seperti rokok biasa, sama-sama menghasilkan asap aerosol ketika dipanaskan yang akan diisap oleh perokok. Perbedaannya, asap dari rokok elektrik dihasilkan oleh pemanasan e-liquid dengan baterai, sedangkan asap dari rokok biasa dihasilkan oleh pembakaran tembakau dengan api.
Karena dalam proses kerjanya tidak melibatkan tembakau, rokok elektrik tidak menghasilkan tar yang merupakan hasil pembakaran tembakau. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa rokok elektrik juga menyebabkan masalah yang serupa dengan rokok biasa. Selama proses pemanasan e-liquid dan pembentukan uap, terjadi reaksi kimia antara perisa dan propilen glikol yang menciptakan senyawa menyerupai tar, yaitu formaldehida yang berpotensi meningkatkan risiko kanker pada seseorang yang terpajan berulang kali seperti mengutip laman RSUI.