
Marsma TNI Fajar Adriyanto, gugur usai pesawat latih yang dipilotinya jatuh di kawasan Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Minggu (3/8).
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau), Marsma I Nyoman Suadnyana, menyebut Fajar merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1992 dan penerbang jet tempur F-16, salah satu jet tempur produksi Amerika Serikat (AS).
Dalam kariernya, Fajar pernah mengemban berbagai jabatan strategis, antara lain Komandan Skadron Udara 3, Danlanud Manuhua, Kadispenau, Kapuspotdirga, Aspotdirga Kaskoopsudnas, dan terakhir Kapoksahli Kodiklatau.
Fajar juga merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU, termasuk keterlibatannya dalam peristiwa duel udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean tahun 2003.
Lantas, seperti apa kisah duel udara di langit Bawean yang melibatkan Fajar tersebut?
Insiden Bawean 2003 adalah sebuah insiden di mana dua unit F-16 Fighting Falcon milik TNI Angkatan Udara yang dilengkapi dengan rudal AIM-9 diutus untuk mengidentifikasi pesawat asing yang ternyata merupakan pesawat jenis US Navy F/A-18 Hornet dari kapal induk USS Carl Vinson milik Angkatan Laut Amerika Serikat.
Dalam insiden ini, F-16 dan F/A-18 melakukan pertarungan udara, penguncian radar, dan peperangan elektronik di dekat Pulau Bawean di Laut Jawa pada sore hari tanggal 3 Juli 2003. Salah satu pilot pesawat tersebut, Marsma TNI Fajar.

Insiden Bawean itu bermula saat radar Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia dan Pusat Operasi Pertahanan Nasional menangkap ada lima titik mencurigakan yang terbang dalam formasi rapat dan tidak teridentifikasi.
Akan tetapi, ketika satu flight pesawat tempur TNI AU dikirimkan untuk melakukan identifikasi, tidak ditemukan objeknya.
Sekitar dua jam kemudian, pesawat terbang tanpa identitas terlihat bermanuver. Kemudian, laporan dari para penerbang pesawat Bouraq Indonesia Airlines, manuver tersebut sudah membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil berjadwal.
Disebutkan juga bahwa pesawat-pesawat tersebut tidak melakukan komunikasi dengan menara pengatur lalu lintas penerbangan nasional.
Kemudian, Marsekal Muda TNI Teddy Sumarno, yang saat itu menjabat Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia, mengirimkan dua pesawat F-16 B untuk mencegat, mengidentifikasi, dan mengusir mereka dari wilayah udara nasional.
Penerbangan ini memiliki call sign Falcon Flight. Pemimpin penerbangan bersandikan Falcon 1, bernomor ekor TS-1603, diawaki oleh Kapten PNB Ian Fuady dan Kapten PNB Fajar Adriyanto.
Sementara itu, Falcon 2 dengan nomor ekor TS-1602 diawaki oleh Kapten PNB Mohamad Tonny Harjono dan Kapten PNB M. Satrio Utomo.
Dalam misi itu, mereka bertugas untuk melakukan identifikasi visual dan menghindari konfrontasi, dengan cara tidak mengunci (lock on) sasaran dengan radar atau rudal. Hal itu bertujuan agar misi identifikasi tersebut tidak dianggap mengancam.
Ketika dua pesawat tempur itu tiba di lokasi, mereka langsung disambut dua pesawat F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Mereka kemudian terlibat dalam perang radar.
Dalam peristiwa itu, salah satu penerbang tempur TNI AU sudah dalam posisi terkunci secara radar oleh penerbang tempur Angkatan Laut Amerika Serikat. Sementara itu, pesawat lainnya saling berkejaran dalam posisi dog fight cukup ketat.

Pesawat tempur TNI AU kemudian berinisiatif melakukan gerakan menggoyang sayap (rocking wing) untuk memberikan informasi bahwa mereka tidak dalam posisi mengancam pesawat.
Namun, ketika komunikasi berhasil dibuka, kedua pesawat tempur AL Amerika Serikat dan jajaran kapal induk AL Amerika Serikat, USS Carl Vinson, merasa bahwa mereka berada di wilayah perairan internasional dan meminta agar kedua pesawat TNI AU untuk menjauh.
Akan tetapi, pesawat tempur TNI AU pun menyampaikan bahwa pesawat AL Amerika Serikat tersebut berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia, sesuai dengan Deklarasi Djuanda.
Saat itu, Falcon Flight pun meminta pesawat AL Amerika Serikat tersebut untuk segera mengontak ke ATC setempat, Bali Control, yang hingga saat itu tidak mengetahui keberadaan mereka. Mengetahui hal tersebut, pesawat tempur AL Amerika Serikat itu kemudian terbang menjauh.