Liputan6.com, Jakarta Pertarungan klasik antara Liverpool dan Manchester United kembali hadir, namun kali ini dengan atmosfer berbeda. Kedua tim besar Inggris itu datang ke Anfield dalam kondisi rapuh, dihantam tekanan dan performa yang belum stabil.
Liverpool, sang juara bertahan Premier League, tengah goyah setelah tiga kekalahan beruntun di semua ajang. Sementara itu, Manchester United di bawah Ruben Amorim masih kesulitan membangun konsistensi, bahkan belum pernah mencatat dua kemenangan beruntun selama hampir setahun penuh.
Di tengah krisis performa dan sorotan publik yang semakin tajam, laga ini bukan sekadar soal gengsi. Ini soal siapa yang mampu bertahan lebih lama di bawah tekanan dan keluar dengan kepala tegak.
Lantas, bagaimana kondisi terkini kedua tim, faktor krusial yang membayangi mereka, serta siapa yang berpotensi menjadi penentu dalam laga panas di Anfield.
Awal Musim yang Goyah untuk Keduanya
Liverpool sebenarnya memulai musim dengan aura optimistis. Menurut jurnalis Gregg Evans, tim Arne Slot sempat tampak seperti “mesin kemenangan yang tak kenal lelah” berkat suntikan pemain baru dan modal sebagai juara bertahan.
Namun, performa mereka ternyata menipu. Hasil positif menutupi sejumlah kelemahan, terutama kesulitan pemain baru beradaptasi dan penurunan performa Mohamed Salah.
Kini, setelah tiga kekalahan beruntun, untuk pertama kalinya di era Slot, Liverpool dipaksa berlari mengejar. Tekanan bukan hanya datang dari papan klasemen, tetapi juga dari ekspektasi besar suporter yang menuntut kebangkitan segera.
Di sisi lain, Ruben Amorim menghadapi musim penuh keraguan di Old Trafford. “Dalam satu kata: goyah,” ujar Carl Anka. Dalam 11 bulan dan 34 pertandingan, Amorim belum pernah mencatat dua kemenangan Premier League secara beruntun.
Hasil buruk di Carabao Cup melawan Grimsby Town sempat memunculkan isu masa depan sang pelatih. Namun, menurut Anka, para petinggi klub masih enggan melakukan pergantian pelatih lagi. Mereka masih ingin percaya bahwa proyek Amorim bisa berkembang, meski opini publik tetap terbelah.
Masalah Cedera dan Eksperimen Taktik
Bagi Arne Slot, jeda internasional bukan masa tenang. Gregg Evans menyoroti bahwa ketersediaan pemain menjadi kekhawatiran utama. Alisson dipastikan absen hingga akhir November, sementara Giovanni Leoni menutup musim lebih awal akibat cedera ACL.
Kondisi Ibrahima Konate, Ryan Gravenberch, dan Wataru Endo masih dalam pemantauan. Tanpa mereka, Slot kehilangan keseimbangan defensif dan stabilitas yang selama ini menjadi pondasi tim.
Sementara di kubu Amorim, kemenangan 2-0 atas Sunderland sebelum jeda memang menenangkan suasana, tapi belum cukup meyakinkan. Amorim masih mencari ritme yang sesuai dengan skemanya. Ia ingin timnya “mengundang lawan menekan lebih dulu, lalu menyerang balik cepat lewat sayap atau umpan panjang kepada Benjamin Sesko,” kata Anka.
Masalahnya, pendekatan ini butuh presisi tinggi di dua area krusial, lini belakang dan depan. Amorim tampaknya masih berusaha menemukan kombinasi ideal agar timnya bisa mengeksekusi instruksi dengan tajam.
Siapa yang Lebih Tertekan?
Jika dilihat dari konteks klasemen dan ekspektasi publik, Liverpool tampak berada dalam posisi lebih terdesak. “Juara bertahan tak boleh kalah empat kali beruntun,” ujar Evans tegas.
Pertandingan ini juga dimainkan di Anfield, melawan tim yang belum menang dalam empat laga tandang terakhirnya. Dengan kata lain, Liverpool wajib menang, bukan hanya untuk menjaga peluang juara, tapi juga untuk memulihkan kepercayaan diri yang nyaris runtuh.
Namun, Amorim juga tak bisa santai. Kekalahan akan kembali menghidupkan isu pemecatan yang sempat mereda. Meski begitu, Anka menilai beban terbesar tetap di pundak Slot. “Tiga kekalahan beruntun membuat ‘status klub krisis’ kini melekat pada Liverpool,” katanya.
Slot dikenal sebagai pelatih yang mampu menemukan solusi kreatif saat timnya terpojok. Tetapi kali ini, ujian datang lebih cepat dan lebih berat daripada yang ia bayangkan.