Liputan6.com, Jakarta Ruben Amorim menuntut agresivitas dari para pemain Manchester United usai kalah di derby Manchester pekan lalu. Kritik itu lahir dari kelemahan timnya saat menghadapi serangan cepat Manchester City.
Bruno Fernandes pun mengakui masalah serupa. Ia menyoroti momen kecil yang berujung pada gol pembuka Phil Foden, hasil dari kurangnya keberanian menekan lawan sejak awal.
Beruntung bagi Amorim, pekan ini ia mendapat kesempatan langka. Saat rival-rival sibuk di Liga Champions dan Carabao Cup, United punya waktu penuh berlatih di Carrington untuk memperbaiki kelemahan mereka.
Dan hasilnya terlihat jelas di Old Trafford. Dengan hujan deras mengguyur, agresi yang diminta Amorim muncul sejak menit pertama, mengantar MU pada kemenangan berharga atas Chelsea.
Fokus Amorim: Agresi di Dua Kotak Penalti
Sejak awal pekan, Amorim menekankan pentingnya agresi. Menurutnya, United harus lebih berani di dua area krusial: Kotak penalti sendiri dan lawan. Bagi sang manajer, permainan indah tidak ada artinya tanpa keberanian memenangkan duel penting.
Hal itu ia tegaskan lagi dalam konferensi pers. Amorim mengatakan bahwa timnya tidak perlu mengubah cara bermain, tetapi harus lebih tajam di momen-momen krusial. Pesan itu menjadi fokus latihan intensif di Carrington sepanjang pekan.
Di lapangan, pesannya langsung terwujud. United tampil penuh energi sejak awal laga melawan Chelsea, bahkan sebelum Robert Sanchez dikartu merah di menit kelima. Intensitas tinggi membuat lawan tidak nyaman dan kehilangan kendali permainan.
Gol-Gol yang Lahir dari Agresivitas
Gol pembuka Manchester United lahir dari tekanan agresif di pertahanan Chelsea. Amad menutup ruang Moises Caicedo, Mbeumo memenangkan duel dengan Trevoh Chalobah, lalu Fernandes dengan cerdik menyambar bola di kotak penalti.
Gol kedua pun tak kalah mencerminkan pesan Amorim. Luke Shaw berani maju, memenangi duel udara, lalu mengirim bola yang berujung pada tap-in Casemiro. Bahkan perayaan gol pun penuh adrenalin setelah Shaw terlibat adu argumen dengan Enzo Fernandez.
Meski demikian, agresivitas United juga membawa risiko. Casemiro mendapat dua kartu kuning sebelum jeda babak pertama, membuat tim harus bermain dengan 10 pemain di sisa laga.
Amorim mengakui kesalahan itu, tetapi tetap menilai semangat gelandang asal Brasil sejalan dengan tuntutannya.
Bertahan dengan Karakter
Meski unggul jumlah pemain di awal, situasi berbalik setelah Casemiro diusir. United dipaksa bertahan dengan lebih disiplin, bahkan hanya menguasai 29 persen bola di babak kedua.
Namun, inilah wujud lain dari agresivitas: Bertahan mati-matian. Shaw dan Harry Maguire tampil solid, Matthijs de Ligt memenangkan hampir semua duel, sementara Yoro yang sempat goyah di Etihad menunjukkan perbaikan.
Chelsea memang sempat memperkecil kedudukan lewat Chalobah, tapi United menjaga keunggulan hingga akhir. Pertahanan kokoh ini menunjukkan bahwa agresivitas tidak hanya soal menyerang, tetapi juga soal menjaga kotak penalti dengan penuh determinasi.
Perubahan Mindset yang Ditunggu
Amorim menilai kemenangan ini bukan sekadar tiga poin. Baginya, laga melawan Chelsea menjadi bukti bahwa tim mulai berubah secara mental. Agresivitas dan semangat juang yang ia minta mulai menjadi identitas baru United.
“Kami harus mengubah mindset sebagai tim,” kata Amorim. Ia sadar, satu pekan latihan ekstra tidak cukup untuk menghapus semua masalah. Namun, setidaknya ini adalah langkah awal yang menjanjikan.
Kemenangan ini juga mengangkat moral tim yang sebelumnya terpuruk. Old Trafford kembali menyaksikan United yang berani, gigih, dan rela bertarung habis-habisan. Sebuah sinyal positif bahwa pesan Amorim mulai meresap ke ruang ganti.