Liputan6.com, Jakarta Kemenangan 2-1 Manchester United atas Chelsea di Premier League akhir pekan lalu tak bisa dilepaskan dari satu momen penting: Kartu merah cepat Robert Sanchez. Keunggulan jumlah pemain di awal laga memberi United ruang untuk mendominasi dan mencetak dua gol.
Gol dari Bruno Fernandes dan Casemiro sempat membuat tuan rumah nyaman. Namun, kartu kuning kedua Casemiro kemudian membuat laga kembali seimbang. Meski begitu, United tetap mampu menjaga keunggulan hingga peluit akhir berbunyi.
Banyak yang menilai keberuntungan jadi faktor penentu. Namun, momen yang membuat Sanchez harus keluar lapangan sebenarnya lahir dari pola serangan yang memang dirancang oleh Ruben Amorim.
Pergerakan tanpa bola Bryan Mbeumo, dikombinasikan dengan peran Matheus Cunha dan Benjamin Sesko, menjadi kunci yang memaksa kiper Chelsea melakukan kesalahan fatal. Dari sini, terlihat jelas bagaimana United menciptakan keberuntungan mereka sendiri.
Pola Serangan United di Balik Kartu Merah Sanchez
Sejak awal musim, Manchester United kerap memanfaatkan lari tanpa bola Bryan Mbeumo. Sang penyerang Kamerun sering jadi target utama dari skema direct play Ruben Amorim, baik melalui umpan panjang dari kiper Altay Bayindir maupun setelah build-up singkat.
Momen yang memaksa Sanchez keluar lapangan pun bermula dari pola ini. Bayindir mengirim bola panjang ke arah Sesko, yang kemudian memenangi duel udara. Mbeumo sudah lebih dulu berlari menyerang ruang kosong yang ditinggalkan bek Chelsea.
Trevoh Chalobah yang menjaga Sesko tak sempat mengantisipasi. Sementara Moises Caicedo kalah cepat mengejar Mbeumo. Saat itulah Sanchez keluar terlalu jauh dan akhirnya menjatuhkan Mbeumo, menghasilkan kartu merah.
Menurut Amorim, hal ini bukan kebetulan. Ia menyebut kemampuan Sesko dalam menyentuh bola pertama dan agresivitas Mbeumo dalam mencari ruang jadi senjata utama United.
“Setiap detail, setiap lari, setiap sentuhan, Bryan sangat agresif. Kami ingin memanfaatkannya,” ujar Amorim.
Variasi Peran Cunha dan Sesko
United tidak hanya mengandalkan satu pola untuk memanfaatkan ruang kosong. Perbedaan profil antara Matheus Cunha dan Benjamin Sesko memberi variasi dalam skema menyerang.
Cunha, dengan teknik dan mobilitasnya, sering turun lebih dalam untuk menarik bek lawan. Dari sini, ruang tercipta bagi Mbeumo untuk menusuk di belakang lini pertahanan. Situasi ini terlihat jelas saat United menghadapi Arsenal bulan lalu, meski akhirnya gagal dieksekusi sempurna.
Sementara itu, Sesko menawarkan opsi berbeda. Striker Slovenia tersebut lebih banyak menjadi target bola udara. Saat ia memenangi duel, Mbeumo tinggal melanjutkan serangan dengan kecepatan dan timing lari yang tepat.
Kombinasi ini sempat terlihat melawan Manchester City. Sesko memang sempat kalah duel dari Rodri, tetapi pola yang sama kembali dicoba. Bedanya, ketika melawan Chelsea, Sesko berhasil mengeksekusi flick on sempurna yang berujung insiden Sanchez.
Eksekusi Bagus, Hasil Masih Perlu Konsistensi
Pola serangan United di bawah Amorim sudah menunjukkan ide yang jelas. Kombinasi antar striker dengan Mbeumo jadi senjata untuk menembus lini pertahanan lawan, terutama saat bermain direct.
Namun, Amorim mengakui bahwa masalah eksekusi masih sering menghantui timnya. Beberapa peluang serupa kerap gagal dimaksimalkan. Ia juga menilai United butuh konsistensi agar hasil bisa mengikuti rencana taktik yang disiapkan.
“Saya rasa kami hanya kurang sedikit keberuntungan. Tapi keberuntungan itu bisa dicari dengan lebih agresif dan percaya diri,” ucap Amorim menjelang laga lawan Chelsea.
Kemenangan 2-1 atas Chelsea memang akan selalu dikaitkan dengan kartu merah Sanchez. Tapi, jika melihat lebih dalam, United sebenarnya sudah menyiapkan pola untuk memaksa lawan melakukan kesalahan.