INFO NASIONAL – Kementerian Sosial RI melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial menggelar Pelatihan Care Economy bagi Lanjut Usia dan Penyandang Disabilitas bagi pendamping rehabilitasi sosial dan SDM lembaga kesejahteraan sosial. Kegiatan ini berlangsung secara paralel di Wisma Pendawa Ciumbuleuit, Bandung, dan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Yogyakarta pada 6–10 Oktober 2025.
Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas pendamping dalam memberikan perawatan sosial yang layak, aman, dan berkelanjutan bagi lansia serta penyandang disabilitas berat. Kegiatan juga memperkuat implementasi program ATENSI Lanjut Usia (ATENSI LU), ATENSI Penyandang Disabilitas (ATENSI PD), dan Program Permakanan, sebagai bagian dari sistem kesejahteraan sosial yang menyeluruh.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Supomo, menegaskan bahwa penguatan care economy merupakan kebijakan strategis dalam menghadapi perubahan struktur demografi dan keterbatasan dukungan keluarga.
“Care economy adalah bagian penting dari sistem kesejahteraan sosial. Perawatan tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab keluarga, tetapi menjadi gerakan sosial bersama antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kualitas perawatan yang baik merupakan investasi sosial jangka panjang untuk meningkatkan kemandirian lansia dan penyandang disabilitas. “Jika caregiver dan pendamping kita kuat, maka masyarakat akan lebih mandiri dan tidak bergantung pada bantuan negara,” tegasnya.
Dalam arahannya di Yogyakarta, Supomo juga menekankan dimensi kemanusiaan dalam profesi caregiver. “Menjadi caregiver adalah menjangkau yang jauh, yang tidak memiliki harapan. Kehadiran kita justru menjadi pelita bagi mereka,” ucapnya. Ia mengingatkan peserta bahwa keterampilan teknis saja tidak cukup. “Terus semangat, tulus, dan ikhlas. Praktik merawat dengan keikhlasan akan menghadirkan keberkahan,” pesannya.
Pelatihan diikuti ratusan peserta dari berbagai daerah. Untuk kategori lansia berasal dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kuningan, Sumedang, Indramayu, dan Sukabumi. Sementara untuk kategori disabilitas berasal dari Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Sleman, Klaten, Sukoharjo, Sragen, dan Boyolali.
Materi pelatihan mencakup kebijakan rehabilitasi sosial, kode etik pendampingan, pemenuhan kebutuhan dasar, komunikasi efektif, pencegahan luka tekan, manajemen kasus, hingga praktik Activity of Daily Living (ADL). Peserta juga menjalani praktik langsung dan evaluasi komprehensif untuk memastikan penerapan di lapangan.
Melalui pelatihan ini, Kemensos mendorong pendamping dan caregiver menjadi fasilitator keluarga, bukan sekadar pelaksana layanan. Mereka dibekali kemampuan memperkuat keluarga penerima manfaat agar mampu memberikan perawatan dari rumah.
Pendekatan ini membangun sistem perawatan berjenjang: Caregiver sebagai pemberi layanan langsung, Care Manager sebagai pengelola layanan, Care Community sebagai dukungan sosial lingkungan, hingga Care Economy sebagai ekosistem nasional yang menjadikan perawatan bagian dari kebijakan, lapangan kerja, dan investasi sosial.
Program ini bukan sekadar pelatihan, melainkan bagian dari strategi Kemensos untuk memperluas layanan sosial berbasis komunitas. Model pelatihan ini diharapkan dapat direplikasi di berbagai daerah untuk memperkuat sistem perawatan sosial yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan di Indonesia.
Sebagai penutup, hadir pula narasumber dari berbagai unsur, antara lain Kepala Pusdiklat dan Pengembangan Profesi Kesejahteraan Sosial Hasim, Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Suratna, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Mokhamad O. Royani, perwakilan IPSPI, serta widyaiswara dan tenaga medis dari Sentra Prof. Dr. Soeharso Surakarta dan Pangudi Luhur Bekasi. Kehadiran mereka menegaskan komitmen bersama dalam memperkuat kualitas layanan dan pengembangan profesi di bidang kesejahteraan sosial.(*)