KEPALA Badan Gizi Nasional atau BGN membantah adanya 5 ribu satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) fiktif di Indonesia. Isu ini mencuat saat anggota Komisi IX Dewan Pewakilan Rakyat Sahidin menduga 5 ribu SPPG yang terdaftar sebagai mitra BGN tidak memiliki lokasi fisik setelah diperiksa.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Dadan, SPPG itu bukanlah fiktif. "Kategori fiktif jika SPPG dinyatakan beroperasional dan dikirim anggaran tapi tidak ada pelaksanaan makan bergizi gratis," kata dia saat dihubungi pada Jumat, 19 September 2025.
Dadan menuturkan, 5 ribu SPPG itu merupakan mitra yang telah terdaftar tapi terkena kebijakan roll back atau harus memulai proses pengajuan kerja sama dari awal. "5.000 (SPPG) itu adalah yang baru pesan titik dan lebih dari 20 hari tidak ada aktivitas, sehingga kena roll back," ujar dia.
Dadan menjelaskan, proses pengajuan menjadi mitra BGN dimulai dengan mendaftarkan titik lokasi. Bila disetujui oleh BGN, calon mitra itu harus melewati proses persiapan dengan diberi waktu selama 30-45 hari untuk membangun atau merenovasi dapur.
"Kemudian BGN mengecek progres persiapan itu dan beberapa tampak tidak ada aktivitas. Karena jumlahnya lumayan banyak, BGN terapkan kebijakan roll back," ujar dia.
Lebih lanjut, Dadan menyebut jumlah SPPG yang telah beroperasi di seluruh Nusantara sebanyak 8.426 unit. Selain itu, terdapat 13.467 calon SPPG yang sudah memasuki tahap verifikasi, serta ada 8.966 calon mitra yang sedang mengajukan diri menjadi SPPG. "Nah, yang 5.000 itu merupakan bagian dari 8.966 (calon mitra)," ujar dia.
Secara terpisah, Wakil Kepala BGN Sony Sanjaya menegaskan bahwa 5 ribu calon mitra SPPG belum menerima anggaran. Sebab, kata Sony, pencairan anggaran untuk SPPG hanya dilakukan melalui akun virtual dengan persetujuan yayaaan dan Kepala SPPG.
Dengan demikian, kata dia, 5 ribu calon mitra yang harus mengajukan proses pendaftaran dari awal belum memiliki akses untuk pencairan anggaran. "Tanpa adanya usulan dari perwakilan yayasan dan persetujuan dari kepala SPPG, maka sangat tidak mungkin satu rupiah pun anggaran MBG akan keluar dari virtual account," kata Sony dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu, 20 September 2025.
Dalam keterangan yang sama, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat BGN Khairul Hidayati menjanjikan bahwa publik bisa meminta pertanggungjawaban BGN atas keterbukaan informasi dan akuntabilitas anggaran MBG.
"Kami pastikan setiap rupiah anggaran digunakan sesuai peruntukannya dan masyarakat bisa ikut mengawasi pelaksanaan program MBG," kata Hilda.
Sebelumnya, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Sahidin mengungkapkan terdapat ribuan dapur makan bergizi gratis (MBG) yang diduga fiktif tersebar di seluruh Indonesia. Informasi tersebut diperolehnya saat melakukan kunjungan kerja ke Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada Kamis, 18 September 2025.
Dari sekitar 8 ribu satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang menjadi mitra BGN, lebih dari separuhnya diduga palsu. "BGN menyebut ada sekitar delapan ribuan SPPG yang ditetapkan. Namun, lima ribu di antaranya tidak jelas keberadaannya," kata Sahidin dalam keterangan tertulis di laman DPR yang dikutip pada Jumat, 19 September 2025.
Menurut Sahidin, terdapat indikasi yang menunjukkan SPPG adalah fiktif. Misalnya lokasi fisik dapur MBG yang tidak dapat terlacak. Padahal dapur itu terdaftar memiliki akun SPPG. Hal itu juga dilaporkan ditemui di Kepulauan Riau.
"Informasi yang saya terima, termasuk di Batam, meskipun tidak sepenuhnya. Ini menimbulkan dugaan bahwa SPPG tersebut hanya untuk dijual," ujar politikus Partai Amanat Nasional itu.
Atas dasar temuan itu, Sahidin lantas mempertanyakan bagaimana pengawasan dari BGN terhadap operasional SPPG di lapangan. Selain dugaan adanya SPPG fiktif, ia mengatakan pengelolaan dapur MBG hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Dia pun menyoroti lemahnya pengawasan BGN terhadap tata kelola MBG.
Ia menekankan koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan BGN bisa mengantisipasi penyalahgunaan wewenang bagi SPPG yang hanya ingin ambil keuntungan dari MBG.
"Kami minta kepada BGN, baik pusat maupun daerah, agar menyelesaikan masalah ini, khususnya di Kepri. Jangan sampai program ini hanya sekadar ‘booking’, akunnya sudah terdaftar lalu dijual," kata Sahidin