KETUA Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Muchamad Nabil Haroen menegaskan kesiapsiagaan seluruh pasukan Pagar Nusa untuk menjaga kehormatan kiai dan pesantren. Nabil menyoroti maraknya narasi publik yang menuding pesantren sebagai penghambat kemajuan dan penyebab kemunduran umat. Ia menyebut tudingan itu keliru dan bertentangan dengan fakta sejarah.
“Pesantren justru menjadi pusat lahirnya ulama, pejuang kemerdekaan, pendidik bangsa, dan penjaga akhlak umat. Jika hari ini Islam dikenal sebagai rahmat bagi bangsa Indonesia dan diterima sebagai kekuatan peradaban yang damai dan moderat, maka pesantren adalah pilar utamanya,” kata Nabil dalam Gelar Pasukan dan Latihan Gabungan Pagar Nusa yang digelar menjelang Hari Santri 2025, pada Ahad, 19 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Pagar Nusa merupakan organisasi pencak silat yang didirikan oleh Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1986. Adapun pernyataan ini berkaitan dengan polemik tayangan stasiun televisi Trans7 atas program Xpose Uncensored yang dinilai telah menghina, melecehkan, dan merendahkan martabat kiai serta pesantren.
Nabil menegaskan sikap tegas santri terhadap serangan terhadap pesantren dan kiai. “Apakah kita marah? Ya, kita marah! Tetapi kemarahan kita bukan dendam. Ini adalah kemarahan santri: kemarahan yang lahir dari cinta kepada kiai, dikendalikan oleh adab, dan diarahkan oleh komando,” kata Nabil di hadapan peserta.
Menurut Nabil, kemarahan santri bukan untuk merusak, melainkan untuk menjaga kehormatan agama dan identitas pesantren. Ia menyerukan seluruh pendekar Pagar Nusa memegang teguh lima prinsip utama dalam menghadapi berbagai tantangan: loyalitas pada komando, menjaga adab dan kedisiplinan, fokus pada pesantren dan kiai, menyampaikan aspirasi secara beradab dan hukum, serta memastikan setiap gerakan membawa rasa aman.
“Kita hanya akan berhenti ketika seluruh serangan terhadap identitas kiai dan pesantren lenyap, dan kehormatan kiai dan pesantren kembali tegak sebagaimana mestinya. Inilah garis perjuangan kita, garis yang tidak bisa ditawar dan tidak akan pernah kita mundurkan,” ujar dia.
Nabil mengaitkan momentum Hari Santri dengan semangat Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dikobarkan para kiai. Menurut dia, saat itu para santri tak hanya mengeluarkan fatwa, tetapi juga turun langsung ke medan perang. “Jika dahulu para santri mengangkat bambu runcing melawan penjajah fisik, maka hari ini Pagar Nusa mengangkat kesiapsiagaan moral dan spiritual untuk menghadapi penjajahan baru, penjajahan terhadap martabat kiai dan pesantren,” tutur dia.
Di akhir amanat, Nabil menyerukan semangat satu barisan di bawah komando. “Pagar Nusa bukan sekadar warisan sejarah, Pagar Nusa adalah sejarah yang siap bergerak!” ujar dia.