
Ombudsman RI memperkirakan Perum Bulog mengalami kerugian sekitar Rp 7 triliun hanya dari pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP). Saat ini, Bulog menyimpan sekitar 3,9 juta ton CBP di gudangnya.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan dari total CBP, sekitar 1,2 juta ton sudah disimpan lebih dari enam bulan. Selain itu, terdapat potensi disposal stok beras hingga 300 ribu ton, yang jika dihitung secara kasar diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp 4 triliun.
“Nah kalau misalnya harga berasnya sesuai dengan harga HET (harga eceran tertinggi) medium saja itu kan (kerugian) sudah nyampe 3,9 triliun. Coba aja nih hitung 300 ribu ton kali (Rp) 12.500 misalnya. Atau bahkan sekarang misalnya (HET Rp) 13.500, angkanya lebih tinggi dari 4 triliun,” ucap Yeka dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (3/9).
Kemudian di satu sisi, Yeka juga mencatat adanya potensi biaya tinggi di Bulog akibat biaya pengelolaan CBP. Menurutnya, kerugian tersebut akibat adanya pengadaan gabah inequality, pengelolaan penyimpanan stok 4 juta ton, dan volume penurunan beras CBP yang rendah. Dengan demikian, kerugian dari pengelolaan CBP ini tersendiri ditaksir bisa menembus Rp 3 triliun.

“Jadi dengan demikian Ombudsman mencatat ini potensi kerugian negara akibat tata kelolaan cadangan beras hari ini itu mencapai (Rp) 7 triliun rupiah. Potensinya,” tambah Yeka.
Yeka memaparkan, potensi kerugian tersebut juga dipicu oleh beberapa faktor, mulai dari biaya penanganan tambahan, beras yang rusak sehingga harganya otomatis lebih tinggi, hingga masalah kadar air gabah yang buruk.
Kondisi itu dinilai membuat ongkos produksi meningkat, sehingga biaya untuk menghasilkan dan mengelola beras di Bulog saat ini jauh lebih mahal dibandingkan pola sebelumnya.
Ia pun menyarankan kepada pemerintah untuk mulai berbenah dengan segera mengelompokkan stok beras yang berpotensi menjadi disposal. Katanya, stok beras yang sudah rusak dan tidak bisa dikonsumsi perlu dipisahkan dari yang masih memungkinkan untuk direproduksi.
Yeka menyebut isu terkait disposal stok beras sebenarnya sudah muncul sejak tiga bulan lalu, lengkap dengan perkiraan angka potensi kerugian dalam mengelolanya. Jika hal ini terus dibiarkan, menurutnya, uang negara akan terbuang percuma.
“Kalau ada memang potensi disposal stok, jangan diam saja. Lakukan audit gitu kan. Mana yang kira-kira nanti bermasalah, mana yang masih bisa direproduksi lagi,” tutur Yeka.