Jakarta (ANTARA) - Penyakit Alzheimer terus menjadi perhatian dunia medis karena jumlah penderitanya yang terus meningkat.
Menurut data Global Dementia Observatory (GDO)—mekanisme pemantauan dan akuntabilitas untuk Rencana Aksi Global tentang Respons Publik terhadap Demensia 2017-2025—pada 2019 terdapat 55,2 juta orang yang hidup dengan demensia.
Jumlah ini diperkirakan akan mencapai 78 juta pada 2030 dan 139 juta pada 2050. Mayoritas peningkatan akan terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, termasuk kawasan Asia Selatan dan Asia Pasifik.
Memahami penyakit ini penting agar dapat meningkatkan kepedulian, kewaspadaan, serta kemampuan dalam memberi dukungan yang tepat bagi orang-orang terdekat yang mengalaminya.
Baca juga: Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko demensia
Apa itu Alzheimer?
Demensia dan Alzheimer merupakan istilah yang kerap digunakan secara bergantian.
Meskipun keduanya merupakan penyakit yang menyerang otak, tetapi pada faktanya Alzheimer berbeda dengan demensia.
Demensia sendiri bukanlah sebuah penyakit, tetapi melainkan istilah umum yang menggambarkan kumpulan berbagai gejala otak yang mempengaruhi fungsi mental serta kognitif, dan Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia.
Alzheimer adalah penyakit otak yang menyebabkan penurunan daya ingat, menurunnya kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku sehingga menyebabkan penderitanya tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Biasa diderita oleh lansia
Melansir situs resmi Kemenkes RI, Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia 65 tahun ke atas.
Peningkatan persentase penyakit Alzheimer seiring dengan pertambahan usia, antara lain: 0,5 persen per tahun pada usia 69 tahun, 1 persen per tahun pada usia 70-74 tahun, 2 persen per tahun pada usia 75-79 tahun, 3 persen per tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8 persen per tahun pada usia lebih dari 85 tahun.
Namun, tidak menutup kemungkinan dapat pula diderita oleh orang yang berusia sekitar 40 tahun. Kasus ini dikenal dengan Young Onset Dementia (YOD) atau Early Onset Dementia (EOD).
Baca juga: Lima kebiasaan yang sebaiknya dihindari untuk cegah alzheimer
Penyebab Alzheimer
Berdasarkan kutipan Alzheimer’s Association dalam Majalah Kesehatan Indonesia, penurunan fungsi otak yang dialami penderita Alzheimer terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi berfungsi normal.
Ketika neuron rusak, sel otak kehilangan fungsi satu sama lain dan akan mempengaruhi fungsi tubuh dasar seseorang.
Pada akhirnya, penderita dapat mengalami kematian setelah beberapa tahun karena kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.
Sementara itu, sebenarnya tidak ada satu faktor pasti untuk penyebab Alzheimer. Tetapi, kemungkinan merupakan kombinasi beberapa faktor berikut:
- Usia: risiko Alzheimer semakin meningkat untuk orang yang berusia 65 tahun ke atas, terlebih apabila memiliki pola hidup tidak sehat
- Faktor genetik: orang tua yang mengalami Alzheimer bisa menurunkan penyakit ini kepada anaknya. Kasus inilah yang biasanya terjadi pada orang yang menderita Alzheimer dini atau YOD/EOD.
- Perbedaan kromosom: Alzheimer berkaitan dengan tiga salinan kromosom 21 yang dimiliki oleh orang dengan Down Syndrome.
- Trauma kepala: cedera kepala berisiko tinggi terjangkit Alzheimer di kemudian hari.
Data GOD juga menunjukkan bahwa sebanyak 65 persen dari kasus kematian akibat demensia Alzheimer terjadi pada perempuan.
Hal ini terjadi karena wanita cenderung hidup lebih lama daripada laki-laki, sementara risiko terbesar untuk Alzheimer adalah usia. Semakin tua usia seseorang, maka semakin besar pula kemungkinan untuk terjangkit Alzheimer.
Selain itu, varian gen tertentu yang dikenal dengan varian ApoE4 diketahui dapat meningkatkan resiko Alzheimer. Apabila seorang wanita mempunyai gen ini, maka ia berisiko dua kali lipat akan terjangkit.
Baca juga: Gaya hidup sehat mampu turunkan risiko alzheimer dan demensia
Gejala Alzheimer
Pada umumnya, pengidap Alzheimer memiliki gejala awal penurunan daya ingat dan fungsi otak. Namun, semakin lama penyakit ini berkembang, maka berbagai gejala lain akan muncul seperti:
- Kesulitan berkonsentrasi dan berpikir, terutama saat menghitung
- Gejala kehilangan memori seperti lupa nama anggota keluarga dan tersesat di tempat yang dikenali
- Seringkali mengulangi pernyataan dan pertanyaan tanpa sadar
- Perubahan kepribadian dan perilaku seperti depresi, delusi, dan perubahan suasana hati
- Mengalami penurunan kemampuan dalam membuat keputusan
Apabila Anda mengalami gejala Alzheimer, alangkah baiknya dibicarakan dengan dokter terlebih dahulu dan jangan sembarang melakukan diagnosa sendiri.
Baca juga: Kemenkes: Populasi lansia bisa dijadikan bonus demografi kedua
Baca juga: Gangguan pembersihan otak secara mandiri dapat picu alzheimer
Pewarta: Nadine Laysa Amalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.