INFO NASIONAL - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat upaya perlindungan hiu paus (Rhincodon typus) melalui evaluasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus 2021–2025. Evaluasi menekankan pentingnya peningkatan standar pengelolaan wisata hiu paus serta penguatan kapasitas mitigasi kejadian terdampar, yang akan menjadi prioritas dalam penyusunan RAN periode 2026–2029.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik KKP, Sarmintohadi, menyampaikan bahwa RAN 2021–2025 yang ditetapkan melalui Kepmen KP Nomor 16/2022 telah menjadi panduan penting bagi upaya perlindungan dan pemanfaatan non-ekstraktif hiu paus. Namun, sejumlah tantangan masih dihadapi, mulai dari keterbatasan penanganan darurat saat hiu paus terdampar hingga praktik wisata yang belum sepenuhnya berkelanjutan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Melalui siaran resmi di Jakarta, Jumat, 19 September 2025, Sarmintohadi menyampaikan, bahwa, “Hiu paus termasuk jenis ikan yang dilindungi penuh secara nasional, masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) serta appendiks Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Perlindungan hiu paus bukan hanya soal konservasi spesies, tetapi juga menyangkut kesehatan ekosistem laut dan ketahanan pangan biru. Karena itu, tata kelola konservasi perlu diperkuat dengan strategi yang lebih sistematis.”
Meski KKP telah menetapkan Kepdirjen PRL No. 41/2020 tentang Petunjuk Teknis Wisata Hiu Paus, implementasi di lapangan belum sepenuhnya sesuai. Aktivitas wisata yang tidak dikelola dengan baik berpotensi membahayakan hiu paus maupun pengunjung. “Standar pengelolaan wisata ramah satwa dan berkelanjutan, serta penguatan penanganan kejadian terdampar, akan menjadi fokus utama dalam RAN 2026–2029,” katanya.
Evaluasi RAN Hiu Paus ini dilaksanakan KKP dengan dukungan Konservasi Indonesia (KI) dan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF). Forum yang berlangsung di Bogor pada 16–18 September 2025 ini sekaligus membahas strategi konservasi baru untuk periode 2026–2029.
Pelibatan Masyarakat
Vice President Program KI, Fitri Hasibuan, menekankan pentingnya integrasi ilmu pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dalam konservasi hiu paus. “Melalui riset, tata kelola yang kuat, serta peran aktif multipihak termasuk komunitas lokal, kita tidak hanya menjaga biodiversitas laut, tetapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat pesisir,” kata Fitri.
Fitri menambahkan, hiu paus memiliki karakteristik biologis yang rentan terhadap ancaman, seperti pertumbuhan lambat, fekunditas rendah, dan umur kematangan panjang. Indonesia menjadi habitat penting spesies ini, dengan titik agregasi remaja di Teluk Cenderawasih, Kaimana, Teluk Saleh, Gorontalo, Probolinggo, dan Kepulauan Derawan. “Posisi strategis ini memberi tanggung jawab global bagi Indonesia dalam menjaga populasi hiu paus Indo-Pasifik,” katanya..
Hasil monitoring juga menyoroti peningkatan kejadian terdampar di beberapa wilayah. Selama periode 2021–2025, tercatat rata-rata 20 individu hiu paus terdampar. Dari penelitian KI, sebanyak 71 persen hiu paus yang ditemukan terdampar dalam kondisi hidup berhasil dilepasliarkan kembali ke laut.
Konservasi hiu paus sejalan dengan komitmen Indonesia dalam kerangka CTI-CFF, di mana perlindungan spesies migrasi besar dipandang krusial bagi kesehatan ekosistem laut dan penguatan ekonomi biru. Melalui pendekatan Theory of Change, forum ini mengidentifikasi isu strategis, akar permasalahan, serta prioritas aksi untuk periode RAN berikutnya.
Hal ini sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menekankan pentingnya penguatan konservasi laut, mitigasi kejadian terdampar, dan tata kelola wisata berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan ekologi dan mendukung pembangunan ekonomi biru. (*)