KEMENTERIAN Pertahanan (Kemhan) membantah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan darurat militer. Kepala Biro Informasi Pertahanan Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang mengklaim tidak ada pembahasan ataupun rancangan tersebut di internal Kemhan.
Frega mengatakan, pemberitaan itu menyebutkan Sjafrie meminta Prabowo menerima usulan darurat militer di Hambalang. “Saya sudah mengecek ke biro hukum, perundang-undangan, hingga tata usaha. Tidak ada dokumen seperti yang diberitakan,” kata Frega dalam jumpa pers di Kemhan, Senin, 8 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Frega, pemberlakuan darurat militer pun harus melewati prosedur dan konsultasi dengan legislatif. “Kami tegaskan, tidak ada niatan memberlakukan darurat militer. TNI–Polri tetap solid menjaga keamanan,” ujar dia.
Kemhan, kata Frega, mempertimbangkan melaporkan pemberitaan itu ke Dewan Pers serta menyiapkan hak jawab. “Pengajuan usul darurat militer itu sama sekali tidak benar. Kami akan menempuh langkah-langkah sesuai aturan, termasuk melaporkannya ke Dewan Pers maupun menggunakan hak jawab,” ujar dia.
Frega menanggapi laporan Majalah Tempo pada Ahad, 7 September 2035 berjudul “Tarik Menarik Darurat Militer Meredam Demonstrasi Pembubaran DPR.” Sjafrie diberitakan mengusulkan pemerintah menetapkan status darurat militer. Dengan status itu, tentara bakal memimpin upaya meredam demonstrasi.
Belakangan, gelombang unjuk rasa akhir Agustus 2025 berujung ricuh. Aksi menuntut pembubaran DPR berujung kericuhan setelah polisi membubarkan massa dengan gas air mata. Situasi kian panas ketika kendaraan taktis Brimob menewaskan Affan Kurniawan, 21 tahun, pengemudi ojek online, di Bendungan Hilir. Tragedi itu memicu aksi solidaritas di berbagai kota.
Di tengah ketegangan, tentara turun ke jalan menjaga DPR dan kantor pemerintahan, melengkapi barisan polisi. Meski disebut hanya membantu, kehadiran mereka memberi kesan darurat dan memunculkan narasi darurat militer.