
KEMENTERIAN Agama menggelar uji publik penyusunan dokumen Standar Mutu Pendidikan Pesantren, khususnya untuk jenjang Marhalah Tsaniyah (M2) dan Marhalah Tsalitsah (M3). Uji publik itu digelar bersama dengan Majelis Masyayikh dan dinilai menjadi langkah penting dalam menentukan arah dan legitimasi Ma'had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi lingkungan pesantren, sekaligus untuk menjawab tantangan regenerasi ulama.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Amien Suyitno menyoroti pentingnya arah dan posisi Ma'had Aly dalam lanskap pendidikan nasional. Ia menekankan pilihan strategis perlu diambil, apakah Ma'had Aly akan tetap berada dalam koridor Undang-Undang Pesantren, atau mulai merujuk sebagian pada Undang-Undang Pendidikan Tinggi.
"Kalau menggunakan pendekatan pendidikan tinggi, maka dosen M2 dan M3 harus minimal S3. Tapi kalau berbasis UU Pesantren, kita memerlukan penguatan regulasi, bahkan bisa sampai pada level Peraturan Presiden (Perpres)," kata dia di Jakarta, Selasa, (4/7).
Amien mengatakan masukan dari forum ini akan menjadi dasar dalam finalisasi dokumen standar mutu yang akan menjadi pijakan bersama dalam memperkuat tata kelola akademik Ma'had Aly.
"Penyusunan standar ini bukan semata keperluan administratif, tetapi merupakan jawaban atas tantangan besar regenerasi ulama secara sistemik dan terukur," ujar Ketua Majelis Masyayikh Abdul Ghaffar Rozin.
Kegiatan itu berlangsung pada 4 sampai 6 Agustus 2025 di Jakarta. Hal itu menjadi langkah penting dalam menentukan arah dan legitimasi Ma'had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi khas pesantren.
Uji publik ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai unsur. Selain Kementerian Agama dan Majelis Masyayikh, juga hadir para Mudir Ma'had Aly se-Indonesia, penulis, reviewer eksternal, pakar pendidikan tinggi, serta mahasiswa program double degree. Forum ini difokuskan pada telaah substansi dokumen dari aspek tarbiyah (pendidikan), bahts (karya ilmiah), dan khidmah (pengabdian).
"Aspirasi pembentukan Marhalah Tsaniyah dan Tsalitsah ini sangat luar biasa. Ini menandakan betapa besar semangat Ma’ahad Aly dalam meneruskan tradisi keilmuan Islam di Nusantara. Kita juga perlu belajar dari negara lain bagaimana cara memproduksi ulama,” tegas Gus Rozin.
Menurutnya, Ma’had Aly memikul amanat besar untuk melahirkan ulama yang tidak hanya kompeten secara keilmuan, tetapi juga tangguh secara akademik. Oleh sebab itu, standar mutu M2 dan M3 harus benar-benar disusun secara ketat dan partisipatif.
Forum ini juga menghadirkan narasumber pakar mewakili sejumlah takhassus antara lain Quraish Shihab, Said Aqil Siradj, Said Agil al-Munawar dan Nasaruddin Idris Jauhar sebagai ruang konsultatif untuk menelaah dan menyempurnakan draf standar mutu yang sedang dalam tahap finalisasi.
Menurutnya, Ma'had Aly memikul amanat besar untuk melahirkan ulama yang tidak hanya kompeten secara keilmuan, tetapi juga tangguh secara akademik. Oleh sebab itu, standar mutu M2 dan M3 harus benar-benar disusun secara ketat dan partisipatif.
"Penyusunan standar mutu ini bukan untuk mempersulit, tetapi memang tidak mudah. Ada banyak hal yang harus dipenuhi, terutama kesiapan keilmuan masing-masing pesantren," kata dia. (Ant/H-3)