
PENILAIAN dalam pembelajaran ialah sebuah proses sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis informasi. Tujuannya mengukur pencapaian hasil belajar siswa dan efektivitas pembelajaran itu sendiri. Selain itu, tujuan penilaian yang lain ialah mendapatkan data yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan terkait dengan aktivitas pembelajaran berikutnya, memberikan umpan balik, serta memantau kemajuan belajar siswa secara menyeluruh.
Dalam pelaksanaannya, penilaian kerap hanya dipahami sebagai pemberian angka pada hasil belajar siswa. Asumsinya angka-angka tersebut sering kali diyakini sebagai cerminan dari tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilewati. Bahkan tak jarang, angka yang didapat siswa seakan menjadi indikator sukses atau gagalnya siswa tersebut dalam proses belajar di kelas.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, muncul pertanyaan mendasar: benarkah angka-angka tersebut mampu mewakili kompleksitas belajar yang dialami siswa?
Disadari atau tidak, di balik deretan nilai siswa, tersimpan persoalan yang kompleks. Jika ditarik benang merahnya, persoalan itu selalu bermuara pada proses pembelajaran itu sendiri. Pemberian angka atau poin dalam penilaian sering kali mengubah paradigma siswa. Mereka menjadi lebih memprioritaskan hasil ketimbang proses. Siswa cenderung fokus pada target mendapatkan nilai tinggi, alih-alih memahami makna pembelajaran. Akibatnya, perkembangan mereka dalam memperkaya pengalaman belajar, kemampuan mengambil risiko, dan pemahaman bahwa kegagalan ialah hal wajar yang perlu dipelajari menjadi terhambat (Amanda, 2024).
Angka diyakini sebagai hasil belajar, padahal ia telah mereduksi pengalaman belajar siswa yang kompleks dan berkelanjutan menjadi sekadar representasi huruf yang sederhana. Lebih dari itu, angka justru dapat mengaburkan nuansa kemajuan dan perkembangan belajar siswa yang sebenarnya.
Lebih parah lagi, angka mengalihkan fokus siswa dari umpan balik yang seharusnya menjadi momen reflektif ke memusatkan perhatian pada angka yang diberikan guru. Karena itu, pemberian nilai yang semata hanya dalam bentuk angka justru dapat mengurangi penekanan pada pertumbuhan intelektual, ketahanan, dan kemajuan belajar siswa yang maksimal.
PENDEKATAN UNGRADING
Karena dampak negatif yang demikian besar terhadap pertumbuhan intelektual dan ketahanan siswa ini, pemberian nilai dengan angka sering kali tidak memberikan ruang bagi siswa untuk benar-benar memahami apa yang telah mereka kuasai, dan apa yang masih perlu ditingkatkan. Alih-alih menjadi alat refleksi, angka justru menjadi label yang bisa jadi akan menutup peluang siswa untuk tumbuh dalam belajar.
Itu disebabkan angka dianggap sebagai ukuran keberhasilan. Ketika angka yang diberikan bagus, siswa telah mencapai puncak keberhasilan belajar. Sebaliknya, ketika angka yang diberikan buruk, tak jarang siswa dianggap terpuruk dan gagal. Berdasarkan kenyataan itu, paradigma baru perlu dihadirkan dalam asesmen, yaitu penekanan pada umpan balik ketimbang nilai semata dengan menerapkan pendekatan ungrading.
Ungrading merupakan suatu pendekatan penilaian, dengan penggunaan angka atau huruf sebagai indikator pencapaian siswa diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Fokus dalam ungrading lebih ditujukan pada umpan balik, refleksi, serta kemajuan belajar siswa secara lebih dalam.
Tujuan utamanya ialah mengalihkan perhatian siswa dari kepercayaan bahwa keberhasilan belajar ditinjau dari hasil akhir yang diperoleh menjadi pemahaman tentang apa yang telah dipelajari, bagaimana pertumbuhannya dalam belajar, hingga apa yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran berikutnya.
Ungrading menolak sistem penilaian tradisional yang hanya berfokus pada capaian nilai akhir yang diperoleh siswa. Dalam ungrading, pemberian umpan balik yang terperinci menjadi kunci suksesnya belajar ketimbang hanya memberikan skor semata.
Selain itu, pengalaman belajar siswa diperkaya dengan adanya refleksi diri atau refleksi bersama rekan sejawat (peer reflection) terhadap pembelajaran yang telah dilalui. Jikapun skor dalam bentuk angka dibutuhkan, misalnya untuk kebutuhan administratif, pemberian nilai tersebut biasanya dilakukan di akhir kursus, ketika siswa sudah menyelesaikan suatu kompetensi tertentu. Dengan menimbang seluruh portofolio karya, hasil refleksi diri dan peer, serta capaiannya terhadap kriteria yang telah disepakati di awal pembelajaran, bukan berdasarkan akumulasi angka sepanjang proses.
IMPLEMENTASI
Pelaksanaan ungrading dimulai dengan menetapkan ekspektasi di awal pembelajaran bersama siswa. Pada sesi itu, guru menekankan bahwa fokus pembelajaran ialah pada proses, bukan nilai akhir. Selama proses berlangsung, guru membantu siswa dengan mengajukan pertanyaan terbuka untuk merangsang eksplorasi dan pemahaman.
Komponen kunci lain dari ungrading ialah sesi refleksi. Refleksi itu dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka, baik secara lisan maupun tulisan, individu atau kelompok. Sesi itu membantu siswa melihat perkembangan belajar mereka secara jujur.
Refleksi kemudian perlu dilanjutkan dengan diskusi dialogis dan umpan balik bermakna antara guru dan siswa. Dalam dialog itulah guru dapat melakukan klarifikasi capaian belajar, menyampaikan hasil pengamatan, memberikan apresiasi, serta mendorong refleksi lebih lanjut tentang apa yang akan siswa lakukan berbeda pada kesempatan berikutnya.
Yang paling penting untuk ditekankan ialah umpan balik dalam penilaian dengan pendekatan ungrading berupa penilaian dialogis yang bersifat konstruktif dan tanpa angka. Alih-alih memberikan skor tinggi, dalam pendekatan itu guru justru menekankan pemaknaan belajar pada komentar yang bersifat membangun dan mendukung siswa untuk terus belajar.
Penyampaian umpan balik, baik lisan maupun tertulis, harus berorientasi pada usaha dan pemahaman siswa. Umpan balik harus mendeskripsikan capaian belajar mereka agar dapat digunakan untuk melihat kemajuan dan menetapkan tujuan pribadi pada pembelajaran berikutnya.
Dalam pendekatan itu, guru harus memerankan diri sebagai fasilitator perkembangan belajar siswa, bukan sebagai juri yang hanya memberikan skor sebagaimana dalam pembelajaran tradisional lainnya. Karena itu, pendekatan penilaian jenis itu sangatlah penting diupayakan para guru untuk mewujudkan pembelajaran yang reflektif dan bermakna. Selamat mencoba!