Childfree Jadi Pilihan Gaya Hidup, Akankah Indonesia Alami Krisis Populasi Seperti Jepang?

1 day ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena childfree, alias keputusan sadar untuk tidak memiliki anak, perlahan mulai menggeser anggapan lama "banyak anak banyak rezeki".

Di media sosial, banyak anak muda yang membagikan kisah mereka memilih childfree dengan alasan yang beragam termasuk karier, keuangan, lingkungan, hingga kesehatan mental. 

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah childfree mulai ramai diperbincangkan, bahkan sebagian orang merayakan Hari Childfree Internasional pada 1 Agustus 2025.

Childfree bukan sekadar cerita di dunia maya, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat urban, termasuk di Bali, hal ini sudah dikenal dan dilakukan.

"Pilihan untuk tidak memiliki anak, yang dulunya dianggap tabu, kini mulai diterima sebagai keputusan personal yang sah," dikutip dari keterangan resmi BKKBN pada Selasa, 5 Agustus 2025. 

Namun, di tengah meningkatnya kesadaran akan hak reproduksi dan kebebasan individu, muncul pertanyaan besar: bagaimana dampaknya terhadap keberlangsungan budaya dan demografi Indonesia khususnya Bali?

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai, fenomena childfree berimplikasi pada Total Fertility Rate (TFR) atau angka rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan seorang wanita selama masa subur.

Hal ini sudah terjadi di negara-negara maju dengan tingkat pendidikan tinggi dan urbanisasi yang masif, seperti Jepang dan Korea Selatan.

Di Jepang, misalnya, selama beberapa dekade terakhir, negara ini telah mengalami penurunan yang signifikan dalam angka kelahiran.

Angka kelahiran tahun 2023 mencapai rekor terendah sepanjang sejarah negara tersebut, dengan hanya 1,2 anak per wanita, jauh di bawah tingkat yang diperlukan untuk mempertahankan populasi.

Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan Singapura. Sedangkan Korea Selatan mencetak rekor terendah global dengan angka kelahiran hanya 0,75 anak per wanita pada tahun 2023.

Pemerintah Korea bahkan menggulirkan berbagai insentif finansial bagi keluarga muda untuk membalik tren ini. Namun hasilnya masih minim karena pergeseran nilai di masyarakat urban tak mudah dibalik.

Fenomena childfree ramai jadi pembicaraan. Pro kontra terkait pemilihan jalan hidup ini jadi polemik di masyarakat. Mengapa seseorang memilih childfree? Apa pula yang idealnya perlu dipersiapkan ketika kita memilih untuk memilih childfree atau memili...

Dampak Childfree di Indonesia

Di Indonesia, Data Laporan Kependudukan Indonesia dari BKKBN (2024) menunjukkan tren penurunan Total Fertility Rate (TFR). Dari 2.41 pada Sensus Penduduk 2010 menjadi 2.18 pada data LongForm SP 2020. 

Sedangkan dari hasil Pendataan Keluarga tahun 2021, TFR Indonesia berada pada angka 2.24, dan menurun menjadi 2.14 pada hasil Pendataan Keluarga 2023.

Pada 2014 atau dua tahun setelah Indonesia memasuki masa bonus demografi, jumlah perkawinan di Indonesia masih mencapai 2,11 juta.

Namun, pada 2024 atau dua tahun setelah puncak bonus demografi tercapai pada 2021-2022, jumlah perkawinan justru anjlok 30 persen menjadi 1,48 juta. Kedua tren ini menunjukkan perubahan dalam preferensi keluarga dan gaya hidup generasi muda.

Alasan Ingin Childfree

BKKBN melihat bahwa alasan memilih childfree beragam, termasuk: 

  • Tingginya biaya membesarkan anak (mencapai ratusan juta hingga usia 18 tahun)
  • Trauma masa lalu
  • Keinginan hidup bebas dan mandiri
  • Kekhawatiran terhadap masa depan lingkungan dan kualitas hidup (Itsnan, 2023).

Masyarakat kini semakin terbuka terhadap pandangan bahwa tidak memiliki anak adalah pilihan hidup yang sah dan bertanggung jawab.

Sebuah penelitian berjudul Childfree di Indonesia: Fenomena atau Viral Sesaat? mengkaji faktor penyebab, perubahan pola pikir keluarga, persepsi feminis, dan dampak jangka panjang tren childfree terhadap struktur sosial dan demografi Indonesia (Syntax Idea, 2024).

Studi ini menggunakan metode kualitatif studi kasus, dengan wawancara terhadap aktivis feminis sebagai sampel utama, serta pengumpulan data melalui dokumentasi dan coding

Penelitian ini menekankan pentingnya validitas data, menggunakan strategi triangulasi dan deskripsi kaya untuk memahami childfree secara menyeluruh dari sudut pandang sosial dan kultural.

Bukan Tren Viral Sesaat

Simpulannya, fenomena childfree bukan sekadar tren viral sesaat, melainkan refleksi dari pergeseran sosial, ekonomi, dan budaya di Indonesia.

Tantangannya ke depan adalah menciptakan ruang diskusi yang inklusif agar pilihan ini bisa dihargai, sekaligus mempertimbangkan dampaknya terhadap masa depan demografi bangsa. 

Meskipun Indonesia dikenal memiliki budaya keluarga yang kuat dan tingkat religiusitas tinggi, namun fenomena childfree mulai mencuat. Terutama di kalangan generasi milenial (1981–1996) dan Gen Z (1997–2012) yang tinggal di perkotaan, berpendidikan tinggi, serta lebih terbuka terhadap nilai-nilai baru.

Fenomena ini makin menguat melalui media sosial, di mana narasi “bebas dari tuntutan sosial” dan “self-actualization” lebih mendapat ruang. Influencer, selebriti, bahkan sejumlah tokoh publik ikut menyuarakan pengalaman mereka memilih tidak punya anak.

“Pilihan childfree adalah hak setiap individu, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ada dampak jangka panjang terhadap regenerasi masyarakat, terutama di daerah seperti Bali yang memiliki struktur sosial dan adat yang kuat.”

Childfree Belum Jadi Hal Mengkhawatirkan di Indonesia

Sebelumnya, fenomena childfree di dunia sejauh ini dinilai belum menjadi hal yang mengkhawatirkan di Indonesia.

Hal ini disampaikan Deputi Pengendalian Kependudukan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN), Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng, dalam press briefing State of World Population Report (SWP) 2025 di Jakarta, Kamis, 3 Juli 2025.

"Angka childfree di negara kita sangat rendah, masih 0,001 persen,” ujarnya.

Meski begitu, ia menekankan bahwa fenomena ini tetap harus menjadi perhatian karena sudah terjadi di beberapa negara.

“Namun fenomena childfree ini harus menjadi perhatian kita juga, karena sudah terjadi di beberapa negara," terang Bonivasius.

Dia juga menerangkan, Indonesia tidak dalam kondisi krisis fertilitas, sehingga program Keluarga Berencana (KB) tetap diperlukan. Sementara, data SWP menunjukkan bahwa jutaan orang di dunia tak bisa menambah jumlah anak karena faktor ekonomi dan sosial. 

Laporan yang dipublikasi United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) ini menunjukkan, 1 dari 5 orang di 14 negara termasuk Indonesia memperkirakan tidak akan memiliki jumlah anak yang mereka inginkan.

Dari 1.015 responden di Indonesia yang disasar oleh survei yang dilakukan secara daring itu, pemicu utamanya adalah biaya membesarkan anak yang tinggi, ketidakstabilan pekerjaan, perumahan, kekhawatiran tentang situasi dunia, dan tidak adanya pasangan yang sesuai.

Gabungan antara ketidakstabilan ekonomi dan norma yang mendiskriminasi gender berperan dalam permasalah ini.

Read Entire Article