Liputan6.com, Jakarta Banyak orang tua yang masih bingung sosal pemberian obat cacing pada anak. Ada yang beranggapan bahwa obat cacing hanya dibutuhkan untuk anak yang aktif bersentuhan dengan tanah.
Menurut Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropis IDAI, dokter Riyadi, gejala cacingan umumnya sulit untuk terlihat, sebab cacingan sendiri panjang prosesnya, bergejala ketika telah kronis.
“Penyakit ini berjalannya lambat, tidak berjalan dengan segera, tidak butuh waktu untuk sampai bisa menimbulkan gejala, bahkan bisa menimbulkan gejala yang berat,” kata Riyadi dalam seminar Dampak Cacingan pada Anak, Jumat, 22 Agustus 2025.
Karena prosesnya yang panjang ini, Riyadi menekankan upaya pengobatan untuk pencegahan meskipun tidak ada gejala, untuk mencegah kondisi kronis.
“Tidak semua cacing itu harus menularnya dari tanah. Jangan sampai salah interpretasi bahwa cacing itu murni hanya menularnya melalui tanah,” tegas Riyadi.
Hal ini menandakan, pencegahan cacingan bukan hanya perlu dilakukan pada anak yang aktif berkontak dengan tanah, melainkan pada seluruh anak.
Proses Penularan Cacing
Lebih lanjut, Riyadi menjelaskan proses penularan infeksi cacing. Cacing bisa menular ke tubuh manusia melalui perantara tanah, bukan cacing yang tumbuh di tanah sebagaimana tanaman.
“Cacingnya ini harus ada dari manusia yang kecacingan. Dia misalnya, buang air besarnya sembarangan, tidak pada tempatnya. Telur-telurnya keluar, dia berkembang menjadi bentuk yang infektif,” jelas Riyadi.
Cacing yang bersifat bisa menular inilah yang kemudian bisa menginfeksi melalui perantara tanah. Oleh sebab itu, Riyadi menekankan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan.
Ia turut menjelaskan, cacingan yang prosesnya sangat panjang ini bisa berlangsung sangat lama, sehingga menimbulkan dampak signifikan yang bisa memengaruhi tumbuh kembang anak.
Di kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, menyampaikan bahwasannya cacingan bukan hanya merugikan secara nutrisi, tetapi juga memengaruhi kecerdasan anak.
“Jadi ini sebetulnya masalah kesehatan serius yang bahkan bisa merampas potensi akademik anak, masa depan anak, bahkan bisa merampas juga nyawa anaknya,” jelas Piprim.
Banyak Orang Takut Efek Samping Obat Cacing
Riyadi mengatakan, biaya pemeriksaan cacingan ini sebetulnya tidaklah mahal, tetapi memang butuh usaha. Fakta yang terjadi di lapangan adalah banyak orang yang takut mengonsumsi obat cacing karena takut akan efek samping yang dibawa dan juga ukuran obatnya.
Menurut Riyadi, kesadaran pemerintah untuk mengatasi cacingan ini telah ada sejak 2017, sejak diluncurkannya peraturan Menteri Kesehatan untuk mengantisipasi infeksi cacing ini. Program tersebut mengacu pada program WHO sejak tahun 2010.
Ia menyebut, program 2017 tersebut telah diperkuat pada tahun 2019, dengan munculnya surat edaran terkait daerah-daerah dengan angka stunting yang tinggi.
“Jadi sebetulnya sudah ada pemahaman dan awareness dari pemerintah kita bahwa kalau suatu wilayah memili angka anak-anak stunting yang tinggi, maka salah satu intervensi yang harus dilakukan selain pemberian nutrisi yang baik adalah kita harus waspada terhadap penyakit kronis yang bisa menyebbakan gangguan pertumbuhan, salah satunya kecacingan,” jelas Riyadi.
Pencegahan Cacingan
Hasil dari intervensi tersebut, Riyadi menjelaskan program penanggulan cacingan tersebut yaitu pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) pada penduduk sasaran usia 1-12 tahun yang dilaksanakan selama 2 kali dalam setahun dengan jarak 6 bulan.
Program lainnya adalah pemeriksaan cacingan kepada ibu hamil dengan gejala anemia dan pemberian obat cacing pada ibu hamil dengan hasil pemeriksaan positif cacingan.
“Walaupun pemerintan sudah mengeluarkan aturan, pelaksanaannya yang sulit,” kata Riyadi.
Ia menjelaskan, pemberian obat masal ini dilakukan dengan dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu prevalensi lebih dari 50 persen, prevalensi 20 hingga 40 persen, dan prevalensi di bawah 20 persen.
“Apabila angka kejadiannya lebih dari 50 persen kita berikan 2 kali, kecuali di daerah tersebut sudah mendapatkan pecegahan untuk filariasis, jadi cukup ekstra 1 kali,” sebutnya.
Daerah dengan prevalensi sebanyak 20 hingga 50 persen diberi 1 kali dalam setahun, dan prevalensi di bawah 20 persen pengobatan dilakukan secara selektif.
Riyadi menegaskan, jika angka prevalensi cacingan di daerah stunting yang tinggi, maka masuk ke kategori di atasnya. Misalkan tinggal di daerah prevalensi 20 hingga 50 persen, tetapi daerah tersebut juga tinggi angka stuntingnya, maka dosis pengobatan masal akan diberikan dua kali dalam setahun.