SEBANYAK 25 guru sekolah menengah pertama mengikuti pelatihan literasi media dan informasi (LMI) yang diselenggarakan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), bekerja sama dengan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo). Pelatihan itu berlangsung selama dua hari, pada Jumat hingga Sabtu, 19-20 September 2025.
Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho mengatakan pelatihan ini bertujuan untuk memberikan guru kecakapan dasar dalam menggunakan teknologi digital. Hal itu berguna untuk menjadi bekal guru dalam mengedukasi siswa yang memakai perangkat teknologi internet dalam kehidupan sehari-hari.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“(Pelatihan ini) adalah jalan untuk memperkuat guru dalam mempersiapkan murid menjadi pribadi yang cakap sekaligus bisa menghindari dampak negatif teknologi informasi,” kata Septiaji dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 20 September 2025.
Menurut Septiaji, guru perlu memiliki keterampilan untuk menavigasi informasi digital, terutama di era saat ini yang banyak menampilkan artificial intelligent atau akal imitasi (AI), serta berkembangnya fenomena post truth. Oleh karena itu, kata Septiaji, UNESCO dan Mafindo menyusun modul tentang literasi media dan informasi yang bisa menjadi panduan untuk para guru.
Adapun yang dipelajari oleh ke-25 guru dari Jabodetabek itu meliputi materi tentang penguatan kebebasan berekspresi, identifikasi ujaran kebencian di media daring, hingga etika penggunaan AI. Septiaji menuturkan, para pendidik itu juga mendapat kesempatan untuk melakukan simulasi insersi dalam sistem pembelajaran.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Unit Komunikasi dan Informasi UNESCO Jakarta Ana Lomtadze mengatakan bahwa guru memiliki peran strategis untuk membantu siswa menggunakan teknologi secara bijak. Kendati menawarkan banyak manfaat, Ana mengingatkan bahwa ruang teknologi informasi juga punya risiko penyebaran disinformasi hingga ancaman pelindungan data pribadi.
Ia lantas mengutip beberapa hasil penelitian yang menunjukkan besarnya ketergantungan anak muda terhadap media sosial. Salah satunya menurut survei UNESCO tahun 2024 yang melaporkan bahwa sebanyak 80 persen anak muda aktif memakai AI untuk menunjang pendidikan mereka.
“Ketika teknologi menjadi lebih canggih, menjadi makin sulit bagi kita untuk mengetahui apa dampaknya. Sehingga penting bagi kaum muda untuk memahami bagaimana algoritma membentuk pengelaman online mereka,” tutur Ana.
Pejabat Sementara Ketua Harian Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, Ananto Kusuma Seta, menambahkan bahwa literasi media ini berperan sentral dalam salah satu cabang pembelajaran AI, yaitu deep learning atau pembelajaran mendalam. Ia berharap guru yang telah menerima pelatihan tidak hanya meneruskan pengetahuan, tapi juga membentuk karakter siswa yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
“Intinya adalah bagaimana anak-anak memanfaatkan informasi digital untuk pembelajaran yang mindful, meaningful dan joyful. Mereka harus bisa menyaring informasi dari berbagai sumber kredibel,” kata Ananto.