Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meneken aturan baru tentang pelaksanaan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025.
Pemerintah telah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran pada tahun ini sebagaimana arahan Instruksi Presiden (Inpres) 1 Tahun 2025. Kebijakan ini direncanakan berlanjut pada tahun anggaran 2026. Maka, perlu ada aturan untuk mengatur tata cara pelaksanaan efisiensi anggaran.
“Bahwa untuk pelaksanaan anggaran yang efektif, efisien, dan tepat sasaran, perlu mengambil langkah-langkah pelaksanaan efisiensi belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan tetap memperhatikan prioritas penganggaran berdasarkan arahan Presiden,” demikian bunyi pertimbangan PMK 56/2025 di Jakarta, Jumat.
Dalam Pasal 2, dijelaskan bahwa efisiensi anggaran itu dilakukan terhadap belanja kementerian/lembaga (K/L) serta transfer ke daerah (TKD).
Hasil efisiensi anggaran utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden Prabowo Subianto yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh menteri keuangan selaku bendahara umum negara.
Jenis belanja yang menjadi sasaran efisiensi meliputi belanja barang, belanja modal, atau belanja lainnya sesuai arahan presiden. Sedangkan dari jenis barang, efisiensi dilakukan terhadap:
- Alat tulis kantor
- Kegiatan seremonial
- Rapat, seminar, dan sejenisnya
- Kajian dan analisis
- Diklat dan bimtek
- Honor output kegiatan dan jasa profesi
- Percetakan dan souvenir
- Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan
- Lisensi aplikasi
- Jasa konsultan
- Bantuan pemerintah
- Pemeliharaan dan perawatan
- Perjalanan dinas
- Peralatan dan mesin
- Infrastruktur
Sumber efisiensi anggaran diutamakan yang berasal dari rupiah murni. Bila kebutuhan efisiensi belum terpenuhi dari rupiah murni, maka efisiensi bisa dilakukan terhadap anggaran yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), pinjaman dan hibah, rupiah murni pendamping, PNBP badan layanan umum (BLU), dan surat berharga syariah negara (SBSN).
PMK 56/2025 menegaskan bahwa penyesuaian jenis belanja harus dengan tetap memastikan anggaran untuk kebutuhan belanja pegawai, operasional kantor, pelaksanaan tugas dan fungsi dasar, dan pelayanan publik tetap terpenuhi.
Selain itu, penyesuaian efisiensi belanja juga diminta untuk menghindari pengurangan pegawai non-aparatur sipil negara (ASN), kecuali karena berakhirnya kontrak atau hasil evaluasi kerja pegawai yang bersangkutan.
Sedangkan untuk TKD, Pasal 17 PMK 5/2025 menyebutkan efisiensi dilakukan terhadap infrastruktur atau yang diperkirakan untuk infrastruktur, pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan daerah, transfer yang belum dilakukan perincian alokasi per daerah, transfer yang tidak digunakan untuk layanan pendidikan dan kesehatan, serta transfer lain yang ditentukan.
TKD yang menjadi anggaran efisiensi dilakukan pencadangan dan tidak disalurkan ke daerah, kecuali ada arahan dari presiden.
Rincian alokasi TKD dilakukan per provinsi/kabupaten/kota dan/atau per bidang oleh menteri keuangan.
Baca juga: Menkeu tegaskan pemerintah berpedoman dan percaya data BPS
Baca juga: Sri Mulyani salurkan Rp327 miliar untuk Sekolah Rakyat pada semester I
Baca juga: Kemenkeu masih evaluasi efektivitas stimulus diskon tarif listrik
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.