
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengaku ada masalah dalam mekanisme pungutan royalti musik, dalam penggunaan hak cipta yang dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Masalah ini muncul karena Permenkumham Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik
Supratman berencana merevisi Permenkumham ini agar pungutan royalti tidak memberatkan pengusaha atau pihak lain. Peraturan menteri ini merinci lebih detail tentang mekanisme pungutan hingga perhitungan royalti.
"Saya sadar sepenuhnya bahwa mekanisme yang dilakukan LMK atau LMKN memang di Permenkumham itu ada masalah. Makanya kita akan ubah terutama menyangkut mekanisme terkait dengan sistem perhitungan untuk pembayaran royalti, itu akan kita koreksi ke depan," katanya di Gedung Kemenkumham Bali pada Jumat (8/8).
Supratman menegaskan pungutan royalti ini bertujuan untuk memberikan penghargaan, perlindungan dan kemanfaatan ekonomi bagi pencipta. Dia memastikan besaran royalti yang dibayar pengusaha tak akan mengancam keberlanjutan usaha.
"Ini kemenangan bagi permusikan Indonesia. Yang saya paling sedih karena ada gerakan untuk memboikot lagu-lagu Indonesia. Padahal lagu apa pun yang akan kita putar di tempat usaha yang namanya komersil, itu tetap wajib bayar royalti. Kecuali lagu Indonesia Raya karena itu sudah public domain," katanya.
Supratman mengatakan, pungutan royalti Indonesia sebenarnya lebih kecil dibandingkan Malaysia. Nilai pembayaran royalti Malaysia mencapai Rp 600-700 miliar per tahun, sedangkan Indonesia masih Rp 270 miliar.
"Kalau menurut laporan yang saya terima kita baru ngumpulin Rp 270 miliar, LMKN maupun LMK baru totalnya mendekati angka seperti itu padahal penduduk kita Rp 280 juta, jadi sangat kecil," katanya.
Kasus pembayaran royalti penggunaan musik di tempat usaha menjadi sorotan, terutama saat Direktur PT Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan), I Gusti Ayu Sasih Ira, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran hak cipta.
Kasus ini berakhir damai setelah Mie Gacoan membayar royalti sebesar Rp 2,2 miliar untuk pemutaran musik di 65 outlet di Jawa, Sumatera, Bali dan Lombok