
Executive Director JHL Collection, Satria Wei mengungkapkan tingkat okupansi hotel di Indonesia hingga awal Agustus 2025 tercatat masih mengalami penurunan di bawah periode yang sama tahun lalu.
Data ini ia peroleh dari dua sumber, yakni Badan Pusat Statistik (BPS) dan Smith Travel Research (STR), lembaga penyedia data perhotelan global yang berbasis di Prancis.

Meski secara nasional masih melemah, kinerja okupansi di Bali justru menunjukkan tren positif. Hingga awal Agustus, okupansi hotel di Pulau Dewata tercatat 2,4% lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Namun, penurunan signifikan masih terjadi di sejumlah kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya, yang masing-masing turun 4% hingga 5%.
“Kalau dilihat secara keseluruhan, performa hotel di Indonesia masih lebih rendah dibanding 2024, dan bahkan 2024 sendiri belum sebaik puncak recovery di 2023. Untungnya, kontribusi Bali dengan jumlah kamar yang besar berhasil menopang sehingga penurunan hanya 1,7%,” ujar Satria saat ditemui kumparan di kawasan BSD Tangerang belum lama ini.

Meski demikian, Satria menyampaikan para pelaku usaha optimistis kinerja perhotelan akan membaik pada semester kedua 2025. Hal ini didorong oleh meningkatnya belanja masyarakat serta mulai pulihnya tren staycation.
“Kalau di semester pertama, tamu FIT (Free Independent Traveler) di akhir pekan masih sulit dicari. Tapi sekarang sudah mulai ada lagi. Weekend occupancy juga mulai membaik, meski hari Minggu malam biasanya masih lesu,” tambahnya.

Dari sisi tarif, tingkat hunian hotel juga mencatat perbaikan. Rata-rata okupansi yang sebelumnya hanya sekitar 22% kini meningkat menjadi 42-43%, terutama di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Pelaku industri yakin semester kedua 2025 akan lebih baik dibanding tahun lalu, seiring tidak adanya hambatan kebijakan pemerintah serta membaiknya daya beli wisatawan domestik.