
KPK mengungkap perkara dugaan suap dalam proyek peningkatan fasilitas RSUD di Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Proyek ini bernilai Rp 126,3 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, perkara ini bermula pada Desember 2024 saat pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan 5 konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai DAK.
Pihak Kemenkes kemudian membagi pengerjaan basic design 12 RSUD di beberapa daerah ke para rekanan. Pembagian pengerjaan dilakukan dengan cara penunjukan langsung di masing-masing daerah.
Adapun basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dikerjakan oleh pihak swasta dari PT Patroon Arsindo, yaitu Nugroho Budiharto.
Sebulan berselang, terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim untuk membahas pengaturan lelang pihak yang akan mengerjakan proyek peningkatan RSUD.
Setelah rapat itu, Bupati Koltim Abdul Azis bersama dengan Kabag PBJ Koltim, Gusti Putu Artana, dan Kadinkes Koltim, Nasri, berangkat ke Jakarta.
"Diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT. PCP (Pilar Cerdas Putra) memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim," ujar Asep dalam jumpa pers, Sabtu (9/8).
Usai pengkondisian tersebut, Ageng Dermanto selaku PPK proyek tersebut menandatangani kontrak pengerjaan RSUD Koltim dengan PT PCP senilai Rp 126,3 miliar.
Pada April 2025, Ageng lalu berkonsultasi dan memberikan uang Rp 30 juta kepada Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD.
Kemudian pada Mei hingga Juni 2025, Deddy Karnady selaku pihak PT PCP melakukan penarikan uang Rp 2,09 miliar. Uang itu diserahkan kepada Ageng sebesar Rp 500 juta di lokasi proyek RSUD.


Selain itu, Deddy juga menyampaikan permintaan dari Ageng kepada rekan kerjanya terkait komitmen fee sebesar 8 persen.
Selanjutnya pada sekitar Agustus 2025, Deddy kembali melakukan penarikan cek Rp 1,6 miliar lalu diserahkan kepada Ageng. Uang itu ternyata tak untuk Ageng.
"Saudara AGD kemudian menyerahkannya kepada YS selaku staf saudara ABZ. Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh saudara ABZ, yang di antaranya untuk membeli kebutuhan saudara ABZ," beber Asep.
Deddy juga menarik uang tunai Rp 200 juta untuk diserahkan kepada Ageng. PT PCP melalui Ageng juga melakukan penarikan cek sebesar Rp 3,3 miliar.
Usai mendapatkan serangkaikan fakta tersebut, Asep melanjutkan, pihaknya langsung menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Sulsel, dan Sultra. Total ada 12 orang yang diamankan, 5 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kelima tersangka itu, yakni:
- Abdul Azis selaku Bupati Kolaka Timur (Koltim) dari Partai NasDem;
- Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD;
- Ageng Dermanto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim;
- Deddy Karnady selaku pihak PT Pilar Cerdas Putra (PCP);
- Arif Rahman selaku pihak yang melakukan kerja sama operasi (KSO) dengan PT PCP.
Atas perbuatannya, Azis, Ageng, dan Andi, dijerat sebagai tersangka penerima suap. Mereka diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Deddy dan Arif ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Mereka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.