Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian HAM, Munafrizal Manan, meminta publik tidak terburu-buru menyimpulkan dugaan penghilangan paksa dalam kasus orang hilang yang belakangan mencuat.
“Kita enggak bisa terburu-buru menyatakan menyimpulkan itu sebagai penghilangan paksa. Misalnya dua orang tadi yang sudah ditemukan kan, kita sudah dengar bersama-sama, jauh sekali kan dari sebutan seperti itu,” kata Munafrizal usai konferensi pers terkait penemuan orang hilang, di Polda Metro Jaya, Kamis (18/9).
Munafrizal menjelaskan, pihaknya masih menunggu perkembangan pencarian terhadap dua orang lainnya. Menurutnya, kepastian kondisi baru bisa diketahui setelah keduanya ditemukan.
“Jadi memang kita harus dulu menunggu dua yang lainnya nanti setelah mudah-mudahan bisa segera ketemu, baru kita ketahui kondisinya sebenarnya. Jadi kalau sesuatu yang masih belum pasti, langsung kita simpulkan kan nanti jadinya prematur,” ujarnya.
Ia menegaskan, memang benar ada orang yang belum kembali ke rumahnya. Namun, penyebab di balik itu harus diperjelas setelah yang bersangkutan ditemukan.
“Jadi, kalau kita sebut bahwa ada orang yang belum kembali ke rumahnya, jelas. Tapi bagaimana belum kembali ke rumahnya itu, nah itu kan harus diperjelas nanti setelah orangnya ketemu,” tambahnya.
Munafrizal juga menjelaskan kriteria penghilangan paksa berdasarkan instrumen hak asasi manusia.
“Itu sudah ada standarnya di instrumen hak asasi manusia. Berarti ada orang yang memaksa untuk menghilangkan. Nah, itu berarti ada pihak tertentu yang memaksa untuk menghilangkan orang itu. Makanya disebut dia sebagai penghilangan paksa,” jelasnya.
Ia mencontohkan, dua orang yang sudah ditemukan Bima dan Eko pasca rangkaian aksi akhir Agustus, justru pergi atas kehendaknya sendiri.
“Kalau dua tadi kan kita ada yang dengar gak? Ternyata kemauannya sendiri,” pungkas Munafrizal.