JURNALIS Tempo Francisca Christy Rosana alias Cica meraih Udin Award 2025 di peringatan Hari Ulang Tahun ke-31 Aliansi Jurnalis Independen, Jumat, 8 Agustus 2025. Cica memperoleh Udin Award bersama seorang jurnalis lain atas nama Safwan Ashari Raharusun.
Dalam pertimbangannya, Dewan Juri Udin Award 2025 mengatakan, di tengah kuatnya militerisme yang mengancam kebebasan pers, Cica yang mengalami teror berupa pengiriman kepala babi hingga serangan digital, terus memberikan kesan bermakna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bukan hanya soal daya tahan terhadap rangkaian teror yang masif, tapi mereka tak mundur sekali pun untuk menurunkan kualitas dan dedikasinya terhadap jurnalistik," kata salah satu Dewan Juri, Herlambang Wiratraman di Gedung RRI, Ruang Yusuf Ronodipuro, Jakarta Pusat, Jumat, 8 Agustus 2025.
Melalui telekonferensi, Cica menyampaikan ucapan terima kasih kepada selurun insan pers yang telah memberikan dukungannya untuk memenangi Udin Award 2025. Penghargaan ini menjadi penghargaan serupa kedua yang diperoleh Cica.
Pada tahun lalu, bersama jurnalis Tempo lain yang tergabung dalam siniar Bocor Alus Politik, Cica meraih Udin Award setelah dewan juri menilai siniar itu telah menginspirasi publik untuk turut mengawal kerja pers yang bebas dan independen.
Cica mengatakan, memperoleh Udin Award membawa keharuan dan kesedihan. Sebab, masih adanya Udin Award mengartikan kebebasan pers di Indonesia belum sepenuhnya merdeka atau masih jauh dari apa yang diharapkan.
"Teman-teman, penghargaan ini sebetulnya bukan untuk saya, tapi untuk kita yang masih berani dan paling tidak untuk jurnalis perempuan yang masih bertahan dengan kesulitannya di tengah situasi di mana tekanan media semakin kuat," kata Cica.
Udin Award merupakan penghargaan bagi jurnalis atau kelompok jurnalis, komunitas, atau lembaga media yang menjadi korban kekerasan dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka secara profesional. Penghargaan ini bertujuan untuk mendorong kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Udin adalah nama panggilan Fuad Muhammad Syafruddin, jurnalis Haian Bernas dari Yogyakarta, yang dibunuh pada 16 Agustus 1996 karena memberitakan kasus korupsi dan kolusi pejabat serta militer di kota itu.