
Dua anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024, Satori dan Heri Gunawan ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia.
Kini, KPK mengusut alasan pemberian dana CSR dari Bank Indonesia langsung diberikan kepada anggota Komisi XI DPR RI.
Anggota Komisi XI periode 2019-2024, Melchias Markus Mekeng, membantah dana CSR itu diberikan kepada anggota dewan.
“Jadi anggaran CSR itu tidak dibagikan ke anggota. Itu dibagikan langsung kepada yang minta, misalnya rumah ibadah, gereja, masjid, atau UMKM,” ucap Mekeng saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (8/8).
“Anggota tidak pernah megang uang sama sekali. Anggota hanya menyampaikan kepada Bank Indonesia, bilang ini ada masjid di daerah sini, minta tolong dibantu. Itu diproses langsung oleh Bank Indonesia, uangnya langsung ke masjidnya. Jadi enggak ada anggaran dikasih ke anggota,” tambah dia.
Politikus Golkar ini mengaku, tak tahu kasus yang menjerat Heri Gunawan dan Satori di KPK.
“Yang mereka lakukan saya enggak tahu. Tahu-tahu muncul ini ya. Ya tentunya KPK punya alat untuk deteksi. Tapi kalau anggota yang lain pada umumnya mereka langsung serahkan kepada BI atau OJK,” ucap Mekeng.

Sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan KPK masih mengusut aliran dana CSR ke anggota Komisi XI. Menurutnya, penyidik akan mendalami alasan pemberian CSR dari dua lembaga itu kepada anggota Komisi XI DPR RI.
"Kenapa harus melalui anggota Komisi XI? Seperti itu menjadi pertanyaan besar bagi kami juga yang nanti dalam penanganan perkara ini akan kami ungkap," kata Asep dalam jumpa pers, Kamis (7/8).
KPK mengatakan, ini menjadi penting untuk didalami guna menggali apakah ada maksud lain di balik pemberian CSR tersebut.
"Apakah mereka itu dikaitkan dengan masalah penganggaran gitu ya, penganggaran? Ya itu juga yang sedang kita dalami," ungkapnya.
Satori dan Heri diduga menggunakan dana CSR itu tak sesuai dengan peruntukannya.
Dari bantuan dana sosial tersebut, Heri telah menerima Rp 15,8 miliar. Uang tersebut malah digunakannya untuk kepentingan pribadi, seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.
Sementara Satori total telah menerima Rp 12,52 miliar. Uang itu digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom hingga pembelian kendaraan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, mereka juga dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.
Belum ada keterangan dari Satori dan Heri Gunawan terkait penetapan tersangka ini.